PERINTAH MEMELIHARA SUNNAH DAN ADAB-ADABNYA
Allah Ta'ala berfirman:
"Apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu semua, maka ambillah itu - yakni lakukanlah -
dan apa saja yang dilarang olehnya, maka hentikanlah itu." (al-Hasyr: 7)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Ia - yakni Muhammad - itu tidaklah berkata-kata dengan kemauannya sendiri. Itu tiada lain
kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya." (an-Najm: 3-4)
Juga Allah Ta'ala berfirman pula:
"Katakanlah-hai Muhammad, jikalau engkau semua mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka
Allah tentu mencintai engkau semua dan akan mengampuni dosa-dosamu." (ali-lmran: 31)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan niscayalah di dalam peribadi Rasulullah itu merupakan ikutan - teladan - yang baik
bagimu semua, juga bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir." (al-Ahzab: 21)
Allah Ta'ala berfirman lagi
"Tetapi tidak, demi Tuhanmu. Mereka belum beriman benar-benar sebeium mereka meminta
keputusan kepadamu dalam perkara-perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak
menaruh keberatan dalam hatinya terhadap putusan yang engkau berikan itu dan mereka menyerah
dengan penyerahan yang bulat-bulat." (an-Nisa': 65)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Jikalau engkau semua memperselisihkan dalam sesuatu persoalan, maka kembalikanlah itu
kepada Aliah dan RasulNya, apabila engkau semua benar-benar beriman kepada Allah dan hari
akhir." (an-Nisa': 59)
Para alim-ulama berkata: "Maksudnya itu ialah supaya dikembalikan sesuai dengan
al-Kitab - al-Quran - dan as-Sunnah - al-Hadis."
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Barangsiapa mentaati Rasul ia telah benar-benar mentaati Allah." (an-Nisa')
Lagi Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sesungguhnya engkau itu niscayalah memberikan petunjuk kejalan yang lurus yaitu
jalan Allah.'' (asy-Syura: 52-53)
Allah Ta'ala berfirman:
"Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul itu menjadi takut, supaya jangan
sampai tertimpa oleh kefitnahan atau tertimpa oleh siksa yang pedih." (an-Nur: 63)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan ingat-ingatlah olehmu semua - kaum wanita - apa-apa yang dibaca dalam rumah-
rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmat - ilmu pengetahuan." (al-Ahzab: 34)
Ayat-ayat dalam bab ini amat banyaknya.
Adapun Hadis-hadisnya ialah:
156. Pertama: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. bersabda: "Tinggalkanlah apa
yang saya tinggalkan untukmu semua -maksudnya: Jangan ditanyakan apa yang tidak saya
terangkan kepadamu semua, karena hanyasanya yang menyebabkan kerusakan orang-orang
- ummat - yang sebelumnya itu ialah sebab banyaknya mereka bertanya-tanya - yang tidak
berfaedah - lagi pula mereka suka menyalahi kepada Nabi-nabi mereka. Oleh sebab itu
jikalau saya melarang padamu akan sesuatu hal, maka jauhilah itu dan jikalau saya
memerintah padamu semua akan sesuatu perkara, maka lakukanlah itu sekuat usahamu."
(Muttafaq 'alaih)
Keterangan:
Isi yang terkandung dalam Hadis ini ialah:
Sesuatu yang merupakan larangan, maka samasekali jangan dilakukan, tetapi kalau
berupa perintah, cobalah lakukan sedapat-dapatnya dan jangan putusasa untuk memperbaiki
dan menyempurnakannya. Misalnya shalat di waktu sakit: Tidak dapat dengan berdiri,
lakukan dengan duduk; tidak dapat dengan duduk, boleh dengan berbaring dan pendek kata
sedapat mungkin, asal jangan ditinggalkan sekalipun hanya dengan isyarat memejamkan
serta membuka mata dalam melakukan shalat itu. Allah telah berfirman:
"Allah tidak memaksa pada seseorang melainkan menurut kekuatannya."
Ummatnya Nabi Musa 'alaihissalam yang meminta pada beliau sebagaimana kata
mereka yang diuraikan dalam al-Quran:
"Tampakkanlah pada kita Allah hu dengan terang-terangan."
Bukankah ini permintaan yang melampaui batas dan tidak bermanfaat sedikitpun?
Juga seperti ummatnya Nabi Isa 'alaihissalam sebagaimana yang diterangkan dalam
al-Quran pula. Mereka berkata:
"Adakah Tuhan Tuan dapat menurunkan pada kita hidangan dari langit?"
Mereka menyangka bahwa Allah tidak kuasa melakukannya. Tetapt setelah
dikabulkan permintaan mereka, tetap masih banyak yang ingkar dan kufur. Bukankah ini
keterlaluan yang luarbiasa?
Menyalahi Nabi-nabinya sendiri sehingga menyebabkan timbul bid'ah yang
bermacam-macam dan lain-lain lagi.
Adapun kalau berselisih dalam memahamkan hukum cabang (furu'iyah), maka itu
tidaklah menjadi bahaya sebagaimana sabda Nabi s.a.w.:
"Perselisihan ummatku adalah rahmat."
Tetapi perselisihan yang berbahaya dan tercela ialah apabila soal-soal cabang atau
perincian-perincian itu dibesar-besarkan hingga menjadi retaknya barisan ummat Islam
dalam menghadapi lawannya. Ini sungguh terlarang dalam agama sebagaimana firman Allah:
"Dan janganlah engkau semua bercerai-berai, maka akan lemahlah engkau semua dan
lenyaplah kekuatanmu."
157. Kedua: Dari Abu Najih al-'Irbadh bin Sariyah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
pernah memberikan wejangan kepada kita semua, yaitu suatu wejangan yang mengesankan
sekali, hati dapat menjadi takut karenanya, matapun dapat bercucuran. Kita lalu berkata: "Ya
Rasulullah,seolah-olah itu adalah wejangan seseorang yang hendak bermohon diri. Oleh
sebab itu, berilah wasiat kepada kita semua!" Beliau s.a.w. bersabda:
"Saya berwasiat kepadamu semua, hendaklah engkau semua bertaqwa kepada Allah,
juga suka mendengarkan dan mentaati -pemerintahan - sekalipun yang memerintah atasmu
itu seorang hambasahaya Habsyi. Karena sesungguhnya saja, barangsiapa yang
masih hidup panjang di antara engkau semua itu ia akan melihat berbagai perselisihan
yang banyak sekali. Maka dari itu hendaklah engkau semua menetapi sunnahku dan sunnah
para Khalifah Arrasyidun yang memperoleh petunjuk - Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
radhiallahu 'annum; gigitlah sunnah-sunnah itu dengan gigi-gigi taringmu - yakni pegang
teguhlah itu sekuat-kuatnya. Jauhilah olehmu semua dari melakukan perkara-perkara yang
diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu kebid'ahan itu adalah sesat."
Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa
ini adalah Hadis hasan shahih.
Keterangan:
Banyak sekali hal-hal penting yang terkandung dalam Hadis ini, di antaranya ialah:
(a) Orang yang berpamit yakni hendak meninggal dunia,sebab isi nasihatnya itu
sangat mendalam.
(b) Memang kita wajib taat pada pemimpin-pemimpin kita yang memegang
pemerintahan itu, apabila mereka itu tetap menjalankan pemerintahan sebagaimana yang
diridhai oleh Allah.
(c) Sunnahku yakni perjalanan dan sari hidupku.
(d) Khalifah-khalifah Arrasyidun yakni pengganti-pengganti Nabi yang bijaksana
dan senantiasa mengikuti kebenaran. Mereka itu ialah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali
radhiallahu 'anhum.
(e) Gigitlah teguh-teguh yakni peganglah selalu sekuat-kuatmu dan jangan sampai
terlepas sedetikpun.
(f) Apa yang disabdakan Nabi s.a.w. ini agaknya kini telah tampak benar, bukanlah
bermacam-macam perselisihan yang kita hadapi sekarang, baik karena banyak faham yang
tumbuh atau memang percekcokan sesama ummat Islam sendiri dan lain-lain sebab lagi.
Karena itu satu-satunya jalan agar kita tetap selamat di dunia dan akhirat ialah dengan
berpegang teguh pada sunnah Nabi s.a.w. dan sunnah khalifah-khalifah Arrasyidun, yang
pokok kesemuanya itu ialah dalam kandungan al-Quran dan Hadis.
(g) Bid'ah yakni sesuatu yang tidakada dalam agama lalu diada-adakan sehingga
seolah-olah itu jugatermasuk dalam agama. Bid'ah
yang sedemikian inilah yang sesat dan setiap yang sesat pasti ke neraka sebagaimana
dalam Hadis lain disebutkan:
"Maka sesungguhnya setiap sesuatu yang diada-adakan, itu bid'ah dan setiap bid'ah adalah
sesat dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka."
(h) Tetapi kalau yang diada-adakan itu baik (bid'ah hasanah), maka tentu saja tidak
terlarang seperti mendirikan sekolah-sekolah (madrasah), pondok-pondok, pesantren-
pesantren dengan cara yang serba moden. Semua tidak terlarang sekalipun dalam zaman
Rasulullah s.a.w. belum ada.
158. Ketiga: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Semua ummatku itu dapat memasuki syurga, melainkan orang yang enggan - tidak
suka."
Beliau ditanya: "Siapakah orang yang enggan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab:
"Barangsiapa yang taat kepadaku, maka ia dapat memasuki syurga dan barangsiapa
yang bermaksiat padaku - menyalahi ajaranku, maka dialah orang yang benar-benar enggan."
(Riwayat Bukhari)
159. Keempat: Dari Abu Muslim; ada yang mengatakan, dari Abu lyas, yaitu Salamah
bin 'Amr bin al-Akwa' r.a., bahwasanya ada seorang lelaki disisi Rasulullah s.a.w., makan
dengan tangan kirinya. Kemudian beliau s.a.w. bersabda padanya: "Makanlah dengan tangan
kananmu!" Orang itu berkata: "Aku tidak dapat." Beliau s.a.w. bersabda: "Jadi engkau tidak
dapat?" Sebenarnya ia berbuat demikian itu hanyalah karena terdorong oleh kecongkaannya
belaka. Akhirnya ia benar-benar tidak dapat mengangkat tangan kanannya ke mulutnya -
untuk selama-lamanya." (Riwayat Muslim)
160. Kelima: Dari Abu Abdillah yaitu an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma,
katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Hendaklah engkau semua benar-benar meratakan barisan-barisanmu - dalam shalat,
atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan membalikkan antara wajah-
wajahmu semua -maksudnya ialah bahwa Allah akan memasukkan rasa permusuhan, saling
benci-membenci dan perselisihan pendapat dalam hatimu semua." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:
"Rasulullah s.a.w. itu meratakan barisan-barisan kita sehingga seolah-olah beliau itu
meratakan letaknya anak panah, sampai-sampai beliau meyakinkan bahwa kita semua telah
mengerti betul-betul akan meratakan barisan itu. Selanjutnya pada suatu hari beliau keluar -
untuk bersembahyang - kemudian berdiri sehingga hampir-hampir beliau akan bertakbir.
Tiba-tiba beliau melihat ada seorang yang menonjol dadanya - agak ke muka sedikit dari
barisannya - lalu beliau bersabda:
"Hai hamba-hamba Allah, hendaklah engkau semua benar-benar meratakan
barisanmu, atau kalau tidak suka meratakan barisan, pastilah Allah akan membalikkan
antara wajah-wajahmu semua."
Keterangan:
Dalam Hadis di atas terdapat anjuran yang sangat keras agar di waktu shalat, barisan
itu benar-benar dilempangkan, diratakan dan diluruskan sekencang-kencangnya. Selain itu
terdapat keterangan pula perihal dibolehkannya berkata-kata dalam waktu antara selesai-nya
iqamah dengan akan dilakukannya shalat, tetapi kata-kata itu hendaknya yang bermanfaat
dan berguna.
161. Keenam: Dari Abu Musa r.a. katanya:
"Ada sebuah rumah di Madinah yang terbakar mengenai penghuni-penghuninya di
waktu malam. Setelah hal mereka itu diberitahukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau
s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya api itu adalah musuhmu semua. Maka dari itu, jikalau engkau semua
tidur, padamkan sajalah api itu dari padamu." (Muttafaq 'alaih)
162. Ketujuh: Dari Abu Musa r.a. juga, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya perumpamaan dari petunjuk dan ilmu yang dengannya saya diutus
oleh Allah itu adalah seperti hujan yang mengenai bumi.Di antara bumi itu ada bagian yang
baik,yaitu dapat menerima air, kemudian dapat pula menumbuhkan rumput dan lalang yang
banyak sekali, tetapi di antara bumi itu ada pula yang gersang, menahan masuknya air dan
selanjutnya dengan air yang tertahan itu Allah lalu memberikan kemanfaatan kepada para
manusia, karena mereka dapat minum daripadanya, dapat menyiram dan menanam. Ada
pula hujan itu mengenai bagian bumi yang lain, yang ini hanyalah merupakan tanah rata lagi
licin. Bagian bumi ini tentulah tidak dapat menahan air dan tidak pula dapat menumbuhkan
rumput. Jadi yang sedemikian itu adalah contohnya orang yang pandai dalam agama Allah
dan petunjuk serta ilmu yang dengannya itu saya diutus, dapat pula memberikan
kemanfaatan kepada orang tadi. Maka orang itupun mengetahuinya - mempelajarinya,
kemudian mengajarkannya - yang ini diumpamakan bumi yang dapat menerima air atau
dapat menahan air, dan itu pulalah contohnya orang yang tidak suka mengangkat kepala
untuk menerima petunjuk dan ilmu tersebut. Jadi ia enggan menerima petunjuk Allah yang
dengannya itu saya dirasulkan - ini contohnya bumi yang rata dan licin." (Muttafaq 'alaih)
Faquha, dengan dhammahnya qaf adalah menurut yang masyhur digunakan. Ada pula
yang mengatakan dengan dikasrahkan berbunyi Faqiha), artinya menjadi pandai atau ahli
fiqih.
163. Dari Jabir r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Perumpamaanku dan
perumpamaan engkau semua itu adalah seperti seorang lelaki yang menyalakan api,
kemudian banyaklah belalang dan kupu-kupu yang jatuh dalam api tadi, sedang orang itu
mencegah binatang-binatang itu jangan sampai terjun di situ. Saya ini - yakni Rasulullah
s.a.w. - adalah seorang yang mengambil -memegang - pengikat celana serta sarungmu semua
agar tidak sampai engkau semua terjun dalam neraka, tetapi engkau semua masih juga
hendak lari dari peganganku." (Riwayat Muslim)
Al-janadib ialah seperti belalang dan kupu-kupu (dari golongan binatang kecil yang
terbang), sedang Al-hujaz adalah jamaknya Hujzah, artinya tempat mengikatkan sarung atau
celana.
164. Kesembilan: Dari Jabir r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. menyuruh menjilat
tangan-tangan dan piring; beliau juga bersabda: "Sesungguhnya engkau semua tidak tahu di
tempat manakah yang ada berkahnya." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan lagi:
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau suapan seseorang dari engkau semua itu jatuh,
maka baiklah diambil kembali, kemudian hendaklah disingkirkan kotoran yang melekat di
situ, selanjutnya hendaklah memakannya dan janganlah itu dibiarkan - ditinggalkan -untuk
dimakan oleh syaitan. Jangan pula seseorang itu mengusap tangannya dengan saputangan -
sehabis makan itu - sehingga jari-jarinya dijilat-jilatnya dulu, sebab seseorang itu tentulah
tidak mengetahui di dalam makanan yang mana letaknya keberkahan."
Dalam riwayat Imam Muslim pula:
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya syaitan itu mendatangi seseorang di antara
engkau semua di waktu ia melakukan segala sesuatu dari pekerjaannya, sampai-sampai
syaitan itupun mendatangi orang itu di waktu ia makan. Maka dari itu jikalau suapan itu
jatuh dari seseorang di antara engkau semua, maka hendaklah menyingkirkan kotoran-
kotoran yang melekat di situ, kemudian makanlah dan jangan dibiarkan untuk dimakan oleh
syaitan."
165. Kesepuluh: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.
berdiri di hadapan kita semua untuk memberikan nasihat. Beliau bersabda:
"Hai sekalian manusia, sesungguhnya engkau semua itu akan dikumpulkan kepada Allah
Ta'ala dalam keadaan telanjang kaki, telanjang badan dan kuncup - tidak dikhitan, sebagaimana firman
Allah Ta'ala yang artinya: "Sebagaimana Kami memulai membuat makhluk untuk pertama kalinya,
maka itulah yang Kami ulangkan kembali. Sedemikian adalah janji atas Kami sendiri, sesungguhnya
Kami akan melaksanakan yang sedemikian itu." (al-Anbiya': 104)
"Ingatlah, bahwasanya pertama-tama makhluk yang diberi pakaian pada hari kiamat
ialah Ibrahim a.s. Ingatlah, bahwasanya Ibrahim itu akan didatangkan dengan disertai
beberapa orang dari ummatku, kemudian orang-orang itu diseret ke sebelah kiri -maksudnya
ke arah neraka. Saya berkata: "Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku." Lalu
kepadaku dikatakan: "Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan
sepeninggalmu." Oleh sebab itu saya berkata sebagaimana yang diucapkan oleh seseorang
hamba yang shalih - yakni Nabiullah Isa a.s.: "Dan saya dapat menyaksikan perbuatan
mereka selagi aku ada di kalangan mereka - semasih sama-sama di dunia," hingga ucapannya
"Maha Mulia Serta Bijaksana."
Lengkapnya ucapan Nabiullah Isa a.s. itu tersebut dalam sebuah ayat yang artinya:
"Dan saya dapat menyaksikan perbuatan mereka selagi aku ada di kalangan mereka. Tetapi
setelah Engkau menghilangkan diriku, maka Engkaulah yang mengamat-amati atas kelakuan-kelakuan
mereka itu dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jikalau Engkau menyiksa
mereka, maka mereka itupun hamba-hambaMu, tetapi jikalau Engkau mengampuni mereka, maka
sesungguhnya Engkau adalah Maha Mulia lagi Bijaksana." (al-Maidah: 117-118)
"Setelah itu lalu dikatakan kepadaku: "Sebenarnya mereka itu tidak henti-hentinya
kembali pada kaki-kakinya - maksudnya menjadi murtad dari agama Allah - sejak engkau
berpisah dengan mereka itu." (Muttafaq 'alsih)
166. Kesebelas: Dari Abu Said yaitu Abdullah bin Mughaffal r.a., katanya: "Rasulullah
s.a.w. itu melarang berkhadzaf - yaitu melemparkan kerikil dengan jari telunjuk dan ibu jari
yakni kerikil itu diletakkan di jari yang satu yakni ibu jari lalu dilemparkan dengan jari yang
lain yakni jari telunjuk.
Selanjutnya ia berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak dapat membunuh
binatang buruan, tidak dapat pula membunuh musuh. Dan bahwasanya berkhadzaf itu
dapat melepaskan mata - membutakannya - dan dapat juga merontokkan gigi." (Muttafaq
'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan: Bahwasanya ada seorang keluarga dekat dari Ibnu
Mughaffal berkhadzaf, lalu olehnya orang tersebut dilarang dan berkata bahwasanya
Rasulullah s.a.w. melarang berkhadzaf itu dan berkata: "Sesungguhnya berkhadzaf itu tidak
dapat membunuh binatang buruan." Kemudian orang yang dilarangnya itu masih
mengulangi lagi perbuatannya. Lalu Ibnu Mughaffal berkata: "Saya telah memberitahukan
kepadamu bahwasanya Rasulullah s.a.w. melarang berkhadzaf itu, tetapi engkau masih juga
mengulangi perbuatanmu. Mulai sekarang saya tidak akan berbicara lagi padamu selama-
lamanya."
Keterangan:
Hadis ini menjelaskan bolehnya tidak menyapa atau tidak berbicara dengan para ahli
pelaku kebid'ahan, orang-orang fasik serta para penentang dan pelanggar sunnah Rasulullah
s.a.w., sekalipun hal itu dilakukan untuk selama-lamanya. Tetapi keadaan sedemikian itu
wajib diakhiri, manakala mereka yang tersebut di atas itu sudah mengubah sikapnya dan
suka mentaati ajaran-ajaran agama sebagaimana yang semestinya dilakukan oleh seorang
muslim dan mu'min.
167. Dari'Abis bin Rabi'ah, katanya: "Saya melihat Umar bin Alkhaththab r.a. mencium
batu hitam - hajar aswad -dan ia berkata: "Saya mengetahui bahwa engkau itu adalah batu,
engkau tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak pula dapat membahayakan.
Andaikata saya tidak melihat Rasulullah s.a.w. sendiri menciummu, pastilah aku juga tidak
suka menciummu." (Muttafaq 'alaih)
Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih
Terjamahan dari Kitab Riyadush Shalihin, Al-Quran Dan Kumpulan Hadits, Situs Pondok Pesantren, Artikel-artikel Islami.