KEUTAMAAN BERGAUL DENGAN ORANG BANYAK

KEUTAMAAN BERGAUL DENGAN ORANG BANYAK, MENGHADHIRI
SHALAT-SHALAT JUM'AT DAN JAMAAH BERSAMA MEREKA SERTA
MENGUNJUNGI TEMPAT-TEMPAT KEBAIKAN DAN MAJLIS-MAJLIS ZIKIR,
JUGA MENINJAU ORANG YANG SAKIT, MENGHADIRI JANAZAH-JANAZAH,
MEMBANTU YANG MEMPUNYAI HAJAT, MENUNJUKKAN YANG BODOH DAN
LAIN-LAIN YANG TERMASUK KEMASLAHATAN MEREKA BAGI ORANG YANG
KUASA BERAMAR MA'RUF DAN NAHI MUNGKAR. DEMIKIAN PULA MENCEGAH
DIRI SENDIRI DARI BERBUAT MENYAKITI SERTA SABAR ATAS SESUATU YANG
MENYAKITKAN — YANG MENIMPA PADA DIRI SENDIRI

Ketahuilah bahwasanya bercampur - bergaul - dengan orang banyak menurut cara
yang saya sebutkan itu adalah yang terpilih dan itulah yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w.
serta para Nabi Iain-lain shalawatullah wa salamuhu 'alaihim, begitu juga dilakukan oleh
para khulafa' rasyidun dan orang-orang yang sesudah mereka yaitu dari golongan para
sahabat serta para tabi'in dan pula orang-orang yang sesudah mereka dari golongan alim-
ulama kaum Muslimin dan orang-orang yang pilihan di antara mereka. Yang sedemikian itu
adalah mazhabnya sebagian besar kaum tabi'in dan orang-orang yang sesudah mereka. Imam
as-Syafi'i dan Imam Ahmad serta sebagian banyak ahli fikih radhiallahu 'annum juga
mengucapkan - berpendapat - sebagaimana yang tersebut di atas itu - yakni lebih baik
bergaul dengan para manusia untuk beramar ma'ruf nahi mungkar daripada mengasingkan
diri sendiri serta menghindari bergaul.

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan tolong menolonglah engkau semua atas kebajikan dan ketaqwaan." (al-Maidah: 2)

Ayat-ayat yang semakna dengan apa yang saya sebutkan di atas itu amat banyak dan
mudah dimaklumi.

Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

KESUNNAHAN MEMENCILKAN DIRI DI WAKTU RUSAKNYA KEADAAN ZAMAN ATAU KARENA TAKUT FITNAH DALAM AGAMA DAN JATUH DALAM KEHARAMAN, KESYUBHATAN-KESYUBHATA

Allah Ta'ala berfirman:

"Maka oleh karena itu, segeralah berlari kepada Allah, sesungguhnya saya adalah pemberi
peringatan yang terang - dari Allah padamu." (adz-Dzariyat: 50)

595. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda:

"Sesungguhnya Allah itu cinta kepada hamba yang bertaqwa serta kaya dan
tersembunyi - yakni tidak sebagai orang masyhur dan tidak dikenal orang karena tidak
mempunyai kedudukan." (Riwayat Muslim)

Yang dimaksud dengan kata alghani yakni kaya itu ialah kaya jiwanya-jadi bukan kaya
hartabenda, sebagaimana dijelaskan dalam Hadis shahih di muka - lihat Hadis no. 520.

596. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Ada seorang lelaki berkata: "Manakah
orang yang paling utama itu, ya Rasulullah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu seorang mu'min
yang berjihad dengan badannya dan hartanya fi-sabilillah." Kemudian orang itu bertanya lagi:
"Selanjutnya siapakah?" Beliau s.a.w. bersabda: "Kemudian seorang yang memencilkan
dirinya dalam suatu jalanan di gunung - maksudnya suatu tempat di antara dua gunung
yang dapat digunakan sebagai kediaman - dari beberapa tempat di gunung, untuk
menyembah kepada Tuhannya."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Karena ia bertaqwa kepada Allah dan meninggalkan
para manusia dari kejelekannya diri sendiri" - jadi mengasingkan diri dari orang banyak,
sehingga tidak akan sampailah kejelekannya diri sendiri itu kepada orang-orang banyak tadi.
(Muttafaq 'alaih)

597. Dari Abu Said al-Khudri r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Hampir saja bahwasanya sebaik-baik harta seseorang Muslim itu ialah kambing yang
diikutinya sampai ke puncak gunung serta tempat-tempat hujan - yaitu tempat-tempat yang
banyak rumputnya. Orang itu lari ke sana dengan membawa agamanya karena takut adanya
beberapa macam fitnah." (Riwayat Bukhari)

598. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Tidak seorang yang diutus
oleh Allah sebagai Nabi, melainkan ia tentu pernah menggembala kambing." Para sahabat
beliau s.a.w. bertanya: "Dan tuan sendiri - apakah juga menggembala kambing?" Beliau s.a.w.
menjawab: "Ya, sayapun menggembala kambing itu, yaitu di Qararith. Kambing itu
kepunyaan penduduk Makkah." Qararith itu ada yang mengatakan bahwa ia adalah nama
tempat penggembalaan di Makkah, tetapi ada yang mengatakan bahwa itu adalah nama
bagian dari wang dinar atau dirham, yakni bahwa beliau s.a.w. menggembala itu dengan
menerima upah qararith. (Riwayat Bukhari)

599. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia bersabda:

"Setengah daripada sebaik-baik keadaan kehidupan para manusia ialah seseorang
yang memegang kendali kudanya untuk melakukan peperangan fi-sabilillah, ia terbang di
atas punggungnya. Setiapkali ia mendengar suara gemuruh atau suara dahsyat di medan
peperangan itu ia segera terbang ke sana untuk mencari supaya terbunuh atau kematian
yang disangkanya bahwa di tempat suara gemuruh itulah tempatnya. Atau seseorang
yang memelihara kambing di puncak gunung dari beberapa puncak gunung yang ada,
ataupun di suatu lembah dari beberapa lembah ini. Ia mendirikan shalat dan menunaikan
zakat serta menyembah Tuhannya sehingga ia didatangi oleh keyakinan - yakni kematian.
Tidak ada dari para manusia itu kecuali dalam kebaikan." (Riwayat Muslim)



Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

KEWARA'AN DAN MENINGGALKAN APA-APA YANG SYUBHAT

Allah Ta'ala berfirman:

"Engkau semua mengira bahwa persoalan itu adalah remeh saya, padahal di sisi Allah ia
adalah persoalan yang agung-amat penting." (an-Nur: 15) Allah Ta'ala berfirman pula:

"Sesungguhnya Tuhanmu niscayalah selalu mengintip - segala perbuatanmu." (al-Fajr: 14)

586. Darian-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram
itupun jelas pula. Di antara kedua macam hal itu - yakni antara halal dan haram - ada
beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau serupa yakni tidak jelas halal dan
haramnya.Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar manusia. Maka
barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah
melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta kehormatannya.
Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam
keharaman, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat
yang terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi.

Ingatlah bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah
bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah
bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpa! darah beku, apabila benda ini baik, maka
baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini rusak - jahat, maka rusak - jahat - pulalah
seluruh badan. Ingatlah bahwa benda itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih)

Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan Hadis di atas dari beberapa jalan,
pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.

587. Dari Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. menemukan sebiji buah kurma di jalanan,
lalu beliau s.a.w. bersabda:

"Andaikata saya tidak takut bahwa kurma ini termasuk golongan benda sedekah,
pastilah saya akan memakannya." Suatu tanda sangat berhati-hatinya beliau s.a.w. dalam hal
yang syubhat. (Muttafaq 'alaih)

588. Dari an-Nawwas bin Sam'an r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Kebajikan ialah
baiknya budipekerti dan dosa ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwamu
dan engkau tidak suka kalau hal itu diketahui oleh orang banyak." (Riwayat Muslim)

589. Dari Wabishah bin Ma'bad r.a., katanya: "Saya mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu
beliau bersabda: "Engkau datang ini hendak menanyakan perihal kebajikan?" Saya menjawab:
"Ya." Beliau s.a.w. lalu bersabda lagi: "Mintalah fatwa - keterangan atau pertimbangan - pada
hatimu sendiri. Kebajikan itu ialah yang jiwa itu menjadi tenang padanya - di waktu
melakukan dan setelah selesainya, juga yang hatipun tenang pula merasakannya,sedang dosa
ialah apa-apa yang engkau rasakan bimbang dalam jiwa serta bolak-balik -yakni ragu-ragu -
dalam dada - hati, sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu; yah,
sekalipun orang banyak telah memberikan fatwanya padamu."

Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-imam Ahmad dan ad-Darimi dalam kedua
musnadnya.

Keterangan:

Dua Hadis di atas itu menegaskan apa yang disebut kebajikan dan apa yang disebut
dosa itu.

Kebajikan ialah:

1. Budipekerti yang baik.

2. Juga sesuatu yang dirasa tenteram dalam jiwa dan tenang dalam hati. Untuk
mengetahui ini cukuplah bertanya kepada hati kita sendiri. Misalnya berkata jujur,
bagaimanakah hati kita setelah melakukannya? Tenang bukan. Nah, itulah kebajikan. Tetapi
berkata dusta, tenangkah jiwa kita setelah melakukannya? Pasti tidak, sebab takut ketahuan
orang kedustaannya itu. Nah, tentu itu bukan kebajikan tetapi kejahatan dan dosa.

Selanjutnya yang disebut kejahatan dan dosa itu ialah:

1. Sesuatu yang membekas dalam hati yakni setelah melakukannya, hati itu selalu
mengangan-angankan akibat yang buruk dari kelakuan tadi itu, jelasnya hati senantiasa
gelisah kalau kelakuannya tadi diketahui oleh orang lain. Misalnya menipu, merampas hak
orang, berbuat zalim dan penganiayaan, tidak jujur, memalsu dan Iain-Iain sebagainya.

2. Sesuatu yang kecuali membekas dalam jiwa, juga hati sudah bimbang dan ragu-
ragu di saat melakukannya itu, sebab kalau ketahuan orang, tentu akan mendapatkan
hukuman, berat atau ringan, misalnya mencuri, membunuh dan Iain-Iain lagi.

3. Sesuatu yang ditakutkan kalau diketahui orang lain, baik takut akan menjadi malu,
sebab apa yang dilakukan itu merupakan hal yang tercela di kalangan masyarakat atau takut
jatuh namanya, takut hukumannya dan Iain-Iain.

Rasulullah s.a.w. menandaskan perihal kejahatan dan dosa itu dengan diberi
tambahan kalimat: "Sekalipun orang-orang lain sama memfatwakan itu padamu serta
membenarkan tindakanmu itu." Artinya sekalipun banyak yang mendukung tindakanmu
dan banyak pembelamu serta semuanya menyetujui, tetapi kalau sifatnya membekas dalam
hati dan meragu-ragukan, itulah suatu tanda bahwa apa yang kamu lakukan itu suatu
kejahatan atau dosa. Soal orang yang memberikan fatwa itu belum tentu benar, mungkin
orang itu hanya menginginkan supaya kamu banyak menghadiahkan sesuatu padanya atau
menginginkan kepangkatan kalau justeru kamu sebagai pemegang kekuasaan atau fatwanya
itu hanya ditilik dari segi lahiriyahnya saja, sedang yang terkandung dalam hatimu tidak
atau belum diketahui olehnya. Oleh sebab itu, tepatlah kalau Rasulullah s.a.w. mengingatkan
kita agar kita lebih-lebih mengutamakan untuk meminta fatwa atau keterangan dari hati kita
sendiri.

590. Dari Abu Sirwa'ah - dengan kasrahnya sin muhmalah - yaitu 'Uqbah bin al-Harits
r.a. bahwasanya ia mengawini anak perempuannya Abu Ihab bin 'Aziz. Kemudian datanglah
seorang wanita, lalu berkata: "Sesungguhnya saya benar-benar telah menyusui 'Uqbah serta
perempuan yang dikawin olehnya itu - jadi keduanya adalah saudara sesusuan yang haram
menjadi suami isteri." Kemudian 'Uqbah berkata kepada wanita tadi: "Saya tidak mengerti
bahwa anda telah menyusui saya dan anda tidak pernah memberitahukan hal itu padaku."
'Uqbah lalu menaiki kendaraan untuk menuju kepada Rasulullah s.a.w. di Madinah,
kemudian menanyakan perkara itu padanya. Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Bagaimana
lagi, sedangkan persoalan sudah dikatakan demikian." Selanjutnya 'Uqbah lalu menceraikan
isterinya itu dan mengawini wanita lain lagi. (Riwayat Bukhari)

591. Dari al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya hafal sesuatu sabda
dari Rasulullah s.a.w.: "Tinggalkanlah apa-apa yang meragu-ragukan padamu untuk beralih
kepada apa-apa yang tidak meragu-ragukan padamu."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

Artinya ialah: Tinggalkanlah apa-apa yang engkau merasa bimbang untuk
dilaksanakan dan ambil sajalah apa-apa yang engkau tidak merasa bimbang samasekali
dalam melaksanakannya.

Keterangan:

Hal-hal yang meragu-ragukan itu pada umumnya ada dua macam, yaitu:

1. Meragu-ragukan karena dipandang dari segi hukumnya seperti barang-barang
yang hukumnya syubhat (tidak jelas perihal halal atau haramnya).

2. Meragu-ragukan karena dipandang dari akibatnya seperti sesuatu usaha atau
tindakan.

Kalau yang pertama memang sebaiknya kita tinggalkan saja dan beralih kepada yang
tidak meragu-ragukan. Tetapi kalau yang kedua wajiblah kita tinjau dahulu, yaitu sekiranya
hati kita yakin akan kebenaran usaha atau tindakan kita itu, maka keragu-raguan wajiblah
dilenyapkan dan usaha atau tindakan itu wajib dilaksanakan terus. Misalnya dalam cita-cita
menegakkan Agama Islam di atas bumi ini, terutama di tanahair sendiri, lalu kita ragu-ragu
kalau tidak berhasil, banyak yang menentangnya, badan dapat sengsara sebab disiksa,
dipenjarakan dan Iain-Iain. Maka keragu-raguan semacam ini, bukanlah pada tempatnya.
Orang yang meragu-ragukan semacam ini, sama halnya dengan orang yang ingin
menyeberangi jalan, tetapi takut tertubruk mobil atau ingin makan durian, tetapi takut
tercocok durinya. Jadi keragu-raguan tersebut wajib dilenyapkan dari sanubari setiap kaum
mu'minin, sebab keragu-raguan itu tidak sewajarnya.

592. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Abu Bakar as-Shiddiq r.a. itu
mempunyai seorang hambasahaya lelaki yang mengeluarkan - memberikan - kepadanya
pendapatan wajibnya -alkharaj. Abu Bakar makan dari hasil kharaj tadi. Pada suatu hari
hambasahaya itu datang padanya dengan membawa sesuatu, kemudian Abu Bakar juga
memakannya. Selanjutnya hambasahaya itu berkata pada Abu Bakar: "Adakahandatahu,
hasil dari apakah ini?" Abu Bakar bertanya: "Hasil apa ini?" Ia menjawab: "Dahulu pada
zaman jahiliyah saya memberikan sesuatu ramalan pada seseorang, padahal saya sendiri
sebenarnya tidak pandai dalam persoalan kahanah - pendukunan - itu, melainkan saya
hanyalah menipunya belaka. Tadi ia menemui saya lalu memberikan pada saya sesuatu yang
anda makan itu. Abu Bakar lalu memasukkan tangannya -dalam kerongkongannya, lalu
memuntahkan segala sesuatu yang ada dalam perutnya." (Riwayat Bukhari)

Alkharaj ialah sesuatu yang ditetapkan oleh seseorang tuan -pemilik - kepada
hambasahayanya untuk memberikan hasil yang ditetapkan tadi kepada tuannya setiap hari,
sedangkan sisa dari hasil kerjanya itu untuk hambasahaya itu sendiri.

593. Dari Nafi' bahwasanya Umar r.a. menentukan untuk kaum muhajirin yang
pertama-tama sebanyak empat ribu - dirham setahun, ia juga menetapkan untuk anaknya
sendiri - yang juga termasuk kaum muhajirin yang pertama-tama - sebanyak tigaribu
limaratus. Ia ditanya; "Ia adalah termasuk kaum muhajirin, mengapa engkau kurangi
pemberiannya?" Umar berkata: "Hanyasanya kedua orang tuanyalah yang berhijrah dengan
membawanya serta." Umar menyambung ucapannya lagi, yaitu: "Jadi ia tidaklah dapat
disamakan seperti orang yang berhijrah dengan dirinya sendiri." (Riwayat Bukhari)

594. Dari Athiyyah bin 'Urwah as-Sa'di as-Shababi r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Seseorang hamba itu belum sampai kepada tingkat menjadi orang yang termasuk
kaum yang bertaqwa, sehingga ia suka meninggalkan sesuatu yang tidak ada larangannya
karena takut kalau-kalau dalam ha! itu ada larangannya - yaitu hal-hal yang syubhat."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

KEMAKRUHAN MENGHARAPKAN KEMATIAN DENGAN SEBAB ADANYA BAHAYA YANG MENIMPANYA, TETAPI TIDAK MENGAPA JIKA KARENA MENAKUTKAN ADANYA FITNAH DALAM AGAMA

583. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Janganlah seseorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian. Jikalau ia
seorang yang dapat berbuat baik, maka barangkali kebaikannya itu dapat ditambahkan
olehnya dan jikalau ia berbuat keburukan, maka barangkali ia bertaubat kepada Allah."
(Muttafaq 'alaih)

Ini adalah lafaznya Imam Bukhari. Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan: Dari Abu
Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Janganlah seseorang dari engkau semua itu
mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa untuk didatangi kematian itu sebelum
kematian itu sendiri datang padanya - tanpa didoakan, sebab sesungguhnya orang itu
apabila telah mati, maka terputuslah amalannya dan bahwasanya saja tidaklah seseorang
mu'min itu bertambah banyak umurnya, melainkan akan menjadi kebaikan untuknya."

584. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang dari
engkau semua itu mengharapkan kematian karena adanya bahaya yang menimpa dirinya.
Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian, maka hendaklah ia mengucapkan: "Ya
Allah, hidupkanlah saya terus, selama hidup itu menjadi kebaikan untukku dan matikanlah
saya jikalau mati itu adalah lebih untukku." (Muttafaq 'alaih)

585. Dari Qais bin Abu Hazim, katanya: "Kita semua masuk ke tempat Khabbab bin al-
Aratti r.a. untuk meninjaunya, sedang ia - yang ditinjau itu - telah berselar - yakni diberi
pengobatan dengan memiciskan api di tubuhnya - sebanyak tujuh kali, kemudian Khabbab
berkata: "Sesungguhnya sahabat-sahabat kita yang telah lalu itu sudah terdahulu. Mereka itu
tidak dikurangi - derajat-derajatnya di akhirat - oleh kecintaan kepada dunia, sedangkan kita
inipun telah memperoleh hartabenda yang kita tidak menemukan tempat untuk
menyimpannya itu kecuali tanah - artinya karena banyaknya dan berlebih-lebihan dari
kebutuhan, maka untuk menyimpannya itu harus digalikan tanah. Andaikata Nabi s.a.w.
tidak pernah melarang kita untuk berdoa agar segera mendapat kematian, niscayalah saya
berdoa untuk itu - artinya hendak berdoa agar segera mati, sebab sudah jemu di dunia ini.

Selanjutnya pada ketika yang lainnya lagi kita mendatangi Khabbab lagi dan ia sedang
membangunkan suatu dinding, lalu ia berkata: "Sesungguhnya seorang Muslim itu pastilah
akan diberi pahala dalam segala apa yang dinafkahkannya, melainkan dalam benda yang
diletakkannya dalam tanah ini - yakni apa-apa yang disimpannya karena berlebih-lebihan
dari kebutuhannya." (Muttafaq 'alaih)

Ini adalah lafaz menurut Imam Bukhari.

Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

KESUNNAHAN BERZIARAH KUBUR BAGI ORANG-ORANG LELAKI DAN APA-APA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG BERZIARAH

579. Dari Buraidah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Saya telah pernah
melarang engkau semua perihal ziarah kubur, tetapi sekarang berziarahlah ke kubur itu!"
(Riwayat Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka barangsiapa yang hendak berziarah kubur,
maka baiklah berziarah, sebab ziarah kubur itu dapat mengingatkan - orang yang berziarah
itu - kepada akhirat."

580. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. itu setiap malam
gilirannya di tempat Aisyah, beliau s.a.w. lalu keluar pada akhir malam ke makam Baqi',
kemudian mengucapkan - yang artinya: "Keselamatan atasmu semua hai perkampungan
kaum mu'minin, akan datang padamu semua apa-apa yang engkau semua dijanjikan besok
yakni masih ditangguhkan waktunya. Sesungguhnya kita semua ini Insya Allah menyusul
engkau semua pula. Ya Allah, ampunilah para penghuni makam Baqi' Algharqad ini." 54
(Riwayat Muslim)

581. Dari Buraidah r.a., katanya: "Nabi s.a.w. mengajarkan kepada mereka - para
sahabat - jikalau mereka keluar berziarah ke kubur supaya seseorang dari mereka
mengucapkan - yang artinya: "Keselamatan atasmu semua hai para penghuni
perkampungan-perkampungan - yakni kubur-kubur - dari kaum mu'minin dan Muslimin.
Sesungguhnya kita semua Insya Allah menyusul engkau semua. Saya memohonkan kepada
Allah untuk kita dan untukmu semua akan keselamatan." (Riwayat Muslim)

582. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. berjalan
melalui kubur-kubur Madinah lalu beliau menghadap kepada mereka - penghuni-penghuni
kubur-kubur - itu dengan wajahnya, kemudian mengucapkan - yang artinya: "Keselamatan
atasmu semua hai para ahli kubur, semoga Allah memberikan pengampunan kepada kita
dan kepadamu semua. Engkau semua mendahului kita dan kita akan mengikuti jejakmu."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

54 Algharqad adalah semacam pohon-pohonan yang banyak durinya. Baqi' Gharqad adalah tempat pemakaman
orang-orang di Madinah dan disebut demikian, sebab di situ banyak pohon gharqadnya.

Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

MENGINGAT-INGAT KEMATIAN DAN MEMPERPENDEKKAN ANGAN- ANGAN

Allah Ta'ala berfirman:

"Setiap jiwa itu akan merasakan kematian. Hanyasanya engkau semua itu akan dicukupkan
semua pahalamu nanti pada hari kiamat. Maka barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan
dimasukkan dalam syurga, maka orang itu benar-benar memperoleh kebahagiaan. Tidaklah kehidupan
dunia ini melainkan hartabenda tipuan belaka." (ali-lmran: 185)

"Seseorang itu tidak akan mengetahui apa yang akan dikerjakan pada esok harinya dan
seseorangpun tidak akan mengetahui pula di bumi mana ia akan mati." (Luqman: 34)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Maka apabila telah tiba waktu ajal mereka, tidaklah mereka itu dapat mengundurkannya
barang sesaat dan tidak kuasa pula mendahuluinya." (an-Nahl: 61)

Allah Ta'ala berfirman pula:

"Hai sekalian orang beriman, janganlah hartabendamu dan anak-anakmu itu melalaikan
engkau semua dan mengingat kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah
orang-orang yang memperoleh kerugian. Dan nafkahkanlah - untuk kebaikan - sebagian dari apa-apa
yang Kami rezekikan kepadamu semua sebelum kematian mendatangi seseorang dari engkau semua,
lalu ia berkata: "Ya Tuhanku mengapa aku tidak Engkau beri tangguh barang sedik'tt waktu, supaya
aku dapat memberikan sedekah dan aku dapat dimasukkan dalam golongan orang-orang shalih. Allah
samasekali tidak akan memberikan tangguhan waktu kepada sesuatu jiwa jikalau telah tiba ajalnya dan
Allah adalah Maha Periksa perihal apa saja yang engkau semua lakukan." (al-Munafiqun: 9-11)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Sehingga di kala kematian telah tiba pada seseorang di antara mereka, iapun berkataiah: "Ya
Tuhanku, kembalikanlah saya hidup supaya saya dapat mengerjakan amalan yang baik yang telah saya
tinggalkan. Jangan begitu. Sesungguhnya perkataan itu hanyalah sekedar yang dapat ia ucapkan. Di
hadapan mereka ada barzakh, dinding yang membatasi sampai hari mereka dibangkitkan. Selanjutnya,
apabila d'ttiuplah sangkakala, maka pada hari itu tiada lagi pertalian di antara mereka dan antara satu
dengan lainnya tidak dapat tanya-menanya. Maka barangsiapa yang berat timbangan amal
kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung dan barangsiapa yang ringan
timbangan amal kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri,
mereka tetap berada di dalam neraka jahanam. Apt neraka itu membakar muka mereka dan mereka di
dalamnya bermuka masam. Bukankah ayat-ayatKu telah pernah dibacakan kepadamu semua, tetapi
engkau semua mendustakannya."

Sehingga pada firman Allah Ta'ala:

"Dia berfirman: "Berapa tahunkah lamanya engkau semua menetap di bumi?" Mereka
menjawab: "Kita semua menetap sehari atau setengah hari saja, maka tanyakanlah kepada orang-orang
yang pandai menghitung." Allah berfirman lagi: "Engkau semua tidaklah menetap di situ melainkan
dalam waktu sebentar saja, andaikata engkau semua mengetahuinya. Adakah engkau semua mengira
bahwa Kami menciptakan engkau semua itu dengan main-main belaka dan bahwasanya engkau semua
tidak akan dikembalikan kepada Kami." (al-Mu'minun: 99-115)

Allah Ta'ala berfirman:

"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman supaya hati mereka tunduk
untuk mengingat kepada Allah serta kebenaran yang telah turun pada mereka - agama Allah Ta'ala.
janganlah mereka menjadi serupa dengan orang-orang yang telah diberi Kitab pada masa dahulu,
tetapi mereka telah melalui masa yang panjang, kemudian menjadi keras - kasar - hati mereka itu. Dan
sebagian banyak dari mereka itu adalah orang-orang yang fasik - tidak dapat membedakan antara
kebaikan dan keburukan." (al-Hadid: 16)

Ayat-ayat dalam bab ini amat banyaknya dan dapat dimaklumi.

572. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. menepuk
bahuku lalu bersabda:

"Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau itu orang gharib - orang yang berada
di suatu negeri yang bukan negerinya sendiri - atau sebagai orang yang melalui jalan."

Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma berkata: "Jikalau engkau bersore-sore, maka
janganlah engkau menanti-nantikan waktu pagi dan jikalau engkau berpagi-pagi, janganlah
engkau menanti-nantikan waktu sore - yakni untuk mengamalkan kebaikan itu hendaklah
sesegera mungkin. Ambillah kesempatan sewaktu engkau berkeadaan sihat untuk mengejar
kekurangan di waktu engkau sakit dan di waktu engkau masih hidup guna bekal
kematianmu." (Riwayat Bukhari)

573. Dari Ibnu Umar r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Tidak ada hak seseorang Muslim yang ada sesuatu harta baginya yang hendak
diwasiatkan, ia bermalam dua malam, melainkan wasiatnya itu sudah tertulis di sisinya."
(Muttafaq 'alaih)

Ini adalah lafaznya Imam Bukhari.

Maksudnya seseorang yang berharta dan ingin memberikan wasiat perihal hartanya
itu, hendaklah surat wasiatnya ditulis sesegera mungkin, sebab siapa tahu bahwa ajalnya
akan datang pada malam hari sewaktu ia tertidur.

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:

"Bermalam tiga malam."

Ibnu Umar berkata: "Tidak pernah berlalu semalam pun atas diri saya sejak saya
mendengar sabda Rasulullah s.a.w. sebagaimana di atas itu, melainkan wasiatku telah ada di
sisiku."

574. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. menggariskan beberapa garis, lalu beliau
bersabda:

"Ini adalah angan-angan manusia sedang ini adalah ajalnya. Kemudian di waktu orang
itu sedang dalam keadaan sedemikian - yakni angan-angannya masih tetap panjang dan
membubung tinggi, tiba-tiba datanglah garis yang terpendek - yakni garis yang
memotongnya yaitu kematian." (Riwayat Bukhari)

575. Dari Ibnu Mas'ud r.a. katanya: "Nabi s.a.w. menggariskan suatu garis berbentuk
persegi empat dan menggariskan lagi suatu garis di tengah-tengahnya yang keluar dari
kalangan persegi empat tadi, juga menggariskan lagi beberapa garis kecil-kecil yang menuju
ke arah garis di tengah-tengah itu dan keluar dari arah tepinya yang tengah, lalu beliau s.a.w.
bersabda:

"Ini adalah manusia dan ini adalah ajalnya meliputi diri manusia tadi,atau memang
telah meliputinya. Garis yang keluar dari kalangan ini adalah angan-angannya, sedang garis-
garis kecil-kecil ini adalah barang-barang baru yang mendatanginya - yakni apa-apa yang
dapat ia ambil dari keduniaan, berupa kebaikan atau keburukan. Jikalau ia terluput dari yang
ini - yakni bencana yang satu, tentu ia terkena oleh yang ini - bencana yang lainnya - dan
jikalau ia terluput dari yang ini - bencana yang satunya lagi, maka ia tentu akan terkena oleh
yang ini - bencana yang lainnya pula." (Riwayat Bukhari)

Ini adalah gambarnya:

576. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Bersegeralah engkau semua dengan melakukan amalan-amalan yang baik sebelum
datangnya tujuh macam perkara ini, yaitu: Apakah engkau semua menantikan - dalam
meninggalkan bersegera itu - melainkan dengan datangnya kefakiran yang melalaikan,
ataupun kekayaan yang menyebabkan kecurangan, ataupun sakit yang merusakkan tubuh,
ataupun ketua bangkaan yang menyebabkan kurangnya akal fikiran - yakni akal menjadi
tidak normal lagi, ataupun kematian yang cepat, ataupun Dajjal, maka ia adalah seburuk-
buruknya makhluk ghaib yang dinantikan, ataupun datangnya hari kiamat, padahal hari
kiamat itu adalah saat yang terbesar bencananya serta yang terpahit dideritanya."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

577. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Perbanyaklah olehmu semua akan mengingat-ingat kepada sesuatu yang
melenyapkan segala macam kelezatan - yaitu kematian.

Diriwayatkan oleh Imam Termizi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

578. Dari Ubay bin Ka'ab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. itu setelah lalu sepertiga
malam, beliaupun bangunlah, kemudian bersabda:

"Hai sekalian manusia, ingatlah engkau semua kepada Allah, datanglah kegoncangan
besar - yakni tiupan pertama - yang diikuti oleh peristiwa dahsyat - yakni tiupan kedua dan
antara kedua tiupan itu ada empatpuluh tahun lamanya. Kematian itu datang dengan segala
macam kesengsaraannya, kematian itu datang dengan segala macam kesukarannya - yakni
ketikadatangnya sakaratulmaut." Saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya
memperbanyakkan bacaan shalawat atas Tuan, maka seberapakah yang perlu saya jadikan
untuk Tuan itu dari doaku?" Beliau s.a.w. menjawab: "Sekehendakmu sajalah." Saya bertanya:
"Seperempat?" Beliau menjawab: "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau menambahkannya,
maka itu adalah lebih baik untukmu?" Saya bertanya lagi: "Separuh bagaimanakah?" Beliau
menjawab: "Sekehendakmu, tetapi kalau engkau menambahkannya, maka itu adalah lebih
baik lagi untukmu." Saya bertanya pula: "Kalau begitu, dua pertiganya bagaimanakah?"
Beliau menjawab: "Sekehendakmu sajalah, tetapi kaiau engkau menambahkannya, maka itu
adalah lebih baik untukmu." Saya berkata: "Saya akan menjadikan semua doaku itu untuk
Tuan." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Jikalau demikian engkau akan dicukupi perihatinmu -
yakni urusanmu di dunia dan akhirat akan dipenuhi seluruhnya - serta diampunilah
dosamu."

Diriwayatkanoleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

KEUTAMAAN ORANG KAYA YANG BERSYUKUR YAKNI ORANG YANG MENGAMBIL HARTA DARI ARAH YANG DIRIDHAI DAN MEMBELANJAKANNYA DALAM ARAH-ARAH YANG DIPERINTAHK

Allah Ta'ala berfirman:

"Maka barangsiapa memberi - untuk kebaikan - dan bertaqwa, serta membenarkan -
mempercayai - apa-apa yang baik, maka Kami akan memudahkan padanya untuk menempuh jalan
yang mudah -yaitu mengerjakan kebaikan, keimanan dan akbirnya ke syurga." (al-Lail: 5-7)

Allah Ta'ala berfrman pula:

"Dan akan dihindarkan dari neraka itu orang yang bertaqwa, yang memberikan hartanya -
untuk kebaikan, agar menjadi bersih -jiwanya. Dan tiada seorangpun dari kenikmatan yang ada
padanya akan diberi pembalasan, melainkan karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha
Tinggi. Dan orang itu nantinya akan lega." (al-Lail: 17-21)

Allah Ta'ala juga berfirman:

"Jikalau engkau semua memberikan sedekah dengan terang-terangan, maka itu adalah baik,
tetapi jikalau engkau semua menyembunyikannya - yakni tidak dengan cara terang-terangan dilihat
orang lain, kepada orang-orang fakir, maka hal itu adalah lebib baik lagi untukmu semua dan dapat
menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahanmu dan Allah adalah Maha mengetahui apa-apa yang
engkau semua lakukan." (al-Baqarah: 271)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Tidak sekali-kali engkau semua akan memperoleh kebajikan sehingga engkau semua suka
menafkahkan sebagian dari apa yang engkau semua cintai. Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya." (ali-lmran: 92)

Ayat-ayat yang menerangkan keutamaan bernafkah dalam berbagai ketaatan itu
banyak sekali dan dapat dimaklumi.

569. Dari Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu:
seseorang yang dikarunia oleh Allah akan harta, kemudian ia mempergunakan guna
menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak - kebenaran - dan seseorang yang dikarunia
oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya itu
- antara dua orang atau dua golongan yang berselisih - serta mengajarkannya pula."
(Muttafaq 'alaih)

Keterangan Hadis di atas baru saja diuraikan di muka - lihat Hadis no. 542.

570. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:

"Tiada kehasudan yang dibolehkan, melainkan dua macam perkara, yaitu: seseorang
yang dikaruniai oleh Allah kepandaian dalam al-Quran - membaca, mengertikan dan Iain-
lain, kemudian ia suka bersembahyang dengan membaca al-Quran itu pada waktu malam
dan siang, juga seseorang yang dikarunia oleh Allah akan harta lalu ia menafkahkannya pada
waktu malam dan siang." (Muttafaq 'alaih)

571. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya kaum fakir dari golongan sahabat-sahabat
Muhajirin sama mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: "Orang-orang yang
berharta banyak itu sama pergi - yakni meninggal dunia - dengan membawa derajat yang
tinggi-tinggi serta kenikmatan yang kekal." Rasulullah s.a.w. bertanya: "Mengapa demikian?"
Orang-orang itu menjawab: "Karena mereka dapat bersembahyang sebagaimana kita juga
bersembahyang, mereka berpuasa sebagaimana kita berpuasa, mereka bersedekah,
sedangkan kita tidak dapat bersedekah dan sedangkan mereka dapat memerdekakan -
hambasahaya - dan kita tidak dapat memerdekakan itu."

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sukakah engkau semua saya beritahukan akan
sesuatu amalan yang dengannya itu engkau semua dapat mencapai pahala orang yang
mendahuluimu dan pula dapat mendahului orang yang sesudahmu. Juga tiada seorangpun
yang menjadi lebih utama daripadamu semua, melainkan orang yang mengerjakan
sebagaimana amalan yang engkau semua lakukan ini?"

Para sahabat menjawab: "Baiklah, ya Rasulullah." Beliau kemudian bersabda lagi:
"Bacalah tasbih - Subhanallah, takbir - Allah Akbar - dan tahmid - Alhamdulillah - setiap
selesai bersembahyang sebanyak tigapuluh tiga kali masing-masing."

Selanjutnya kaum fakir dari golongan sahabat Muhajirin itu kembali mendatangi
Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: "Saudara-saudara kita golongan yang hartawan-
hartawan itu telah mendengar mengenai apa yang kita kerjakan ini, oleh sebab itu
merekapun mengerjakan sebagai yang kita lakukan itu."

Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Yang sedemikian itu adalah keutamaan Allah yang
dlkaruniakan oleh Nya kepada siapa saja yang dikehendaki." (Muttafaq 'alaih)

Ini adalah lafaz riwayat Imam Muslim.

Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

BERLOMBA-LOMBA DALAM PERKARA AKHIRAT DAN MENGAMBIL BANYAK-BANYAK DAN APA-APA YANG MENYEBABKAN KEBERKAHAN

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan dalam hal yang sedemikian ini - yakni hal-hal kebaikan - maka hendaknya berlomba-
lombalah orang-orang yang ingin berlomba-lomba." (al-Muthaffifin: 26)

567. Dari Sahal bin Sa'ad r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. diberi minuman lalu beliau
meminumnya dan di sebelah kanannya ada seorang anak, sedang di sebelah kirinya ada
orang-orang tua. Lalu beliau bersabda - kepada anak itu: "Adakah engkau izinkan kalau ini
saya berikan kepada orang-orang tua itu?" Anak itu menjawab: "Tidak, demi Allah, ya
Rasulullah, saya tidak akan mengalahkan diriku dalam memperoleh bagianku daripada Tuan
itu sehingga memberikannya kepada orang lain."

Maksudnya: Oleh sebab anak itu ingin memperoleh keberkahan dan sisa minuman
Rasulullah s.a.w., maka ia tetap memintanya dan tidak suka mengalah sekalipun kepada
orang-orang tua dan anak itu memang yang berhak, sebab berada di sebelah kanannya.

Selanjutnya Rasulullah s.a.w. meletakkan minuman itu di tangan anak tadi.

Tallahu dengan ta' mutsannat di atas artinya meletakkannya. Anak yang tersebut di
atas itu ialah Ibnu Abbas, radhiallahu 'anhuma.

568. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu ketika Nabi Ayyub
'alaihis salam mandi dengan telanjang, lalu jatuhlah padanya seekor belalang dari emas, lalu
beliau mengibas-ngibaskan pada bajunya. Kemudian Tuhannya Azzawaj'alla memanggilnya:
"Hai Ayyub, bukankah Aku telah membuatmu menjadi kaya - dalam jiwanya - dari apa yang
engkau lihat itu?" Ayyub menjawab: "Benar, demi keagunganMu, tetapi saya samasekali
tidak dapat merasa kaya - yakni masih amat membutuhkan - pada keberkahanMu." (Riwayat Bukhari)
Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

MENGUTAMAKAN ORANG LAIN DAN MEMBERI PERTOLONGAN AGAR MENJADI IKUTAN

Allah Ta'ala berfirman;

"Mereka - orang-orang yang beriman - itu sama menggutamakan orang lain lebih dari dirinya
sendiri, meskipun mereka itu sebenarnya adalah dalam kemiskinan." (al-Hasyr: 9)

Allah Ta'ala berfirman pula:

"Mereka - orang-orang yang baik - itu sama memberikan makanan dengan kasih-sayangnya
kepada orang miskin, anak yatim serta orang yang tertawan," sampai akhirnya beberapa ayat. (al-
lnsan: 8)

562. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w.
lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini adalah seorang yang sedang dalam kesengsaraan."
Beliau s.a.w. menyuruh ke tempat sebagian isteri-isterinya - untuk meminta sesuatu yang
hendak disedekahkan, lalu isteri-isterinya itu berkata: "Demi Zat yang mengutus Tuan
dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Kemudian beliau s.a.w.
menyuruh lagi ke tempat isterinya yang lain, maka yang inipun mengatakan sebagaimana di
atas itu. Jadi mereka itu semuanya mengatakan seperti itu pula, yaitu: "Tidak ada, demi Zat
yang mengutus Tuan dengan benar, saya tidak mempunyai sesuatu melainkan air." Beliau
s.a.w. lalu bersabda: - kepada sahabat-sahabatnya: "Siapakah yang akan membawa orang ini
sebagai tamunya pada malam ini?" Seorang lelaki dari golongan Anshar berkata: "Saya, ya
Rasulullah." Orang itu berangkat dengan tamunya ke tempat kediamannya, lalu berkata
kepada isterinya: "Muliakanlah tamu Rasulullah s.a.w. ini."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Orang itu berkata kepada isterinya: "Apakah engkau
mempunyai sesuatu jamuan?" Isterinya menjawab: "Tidak ada, kecuali makanan untuk anak-
anakku." Lelaki itu berkata pula: "Buatlah sesuatu sebab kepada anak-anak itu dengan
sesuatu - sehingga terlupa dari makan malamnya. Jadi kalau sudah waktunya mereka makan
malam, maka tidurkanlah mereka. Jikalau tamu kita telah masuk rumah, lalu padamkanlah
lampunya dan perhatikanlah padanya bahwa kita juga makan. Demikianlah lalu mereka
duduk-duduk - yakni tuan rumah dengan tamunya, tamu itupun makan dan keduanya-
lelaki dan isterinya -semalam itu dalam keadaan perut kosong.

Ketika menjelang pagi harinya, orang itu - yang menjadi tuan rumah - pergi kepada
Nabi s.a.w. - untuk menerangkan peristiwa malam harinya - lalu beliau s.a.w. bersabda:

"Benar-benar Allah menjadi heran dari kelakuanmu berdua -suami-isteri - terhadap
tamumu tadi malam itu." 53 (Muttafaq 'alaih)

563. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Makanan untuk dua orang itu cukup untuk tiga orang dan makanan tiga orang itu
cukup untuk empat orang." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat Imam Muslim dari Jabir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:

"Makanan seorang itu cukup untuk dua orang dan makanan dua orang itu cukup
untuk empat orang, sedang makanan empat orang itu cukup untuk delapan orang."

564. Dari Abu Said al-Khudri r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita semua dalam
bepergian bersama Nabi s.a.w., tiba-tiba datanglah seorang lelaki dengan menaiki
kendaraannya, lalu mulailah ia menengokkan wajahnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian
bersabdalah Rasulullah s.a.w.: "Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan - yakni
lebih dari apa yang diperlukannya sendiri, hendaklah bersedekah dengan kelebihannya itu
kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan dan barangsiapa yang mempunyai
kelebihan bekal makanan, maka hendaklah bersedekah kepada orang yang tidak mempunyai
bekal makanan apa-apa." Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan berbagai macam harta
benda dengan segala apa saja yang dapat disebutkan, sehingga kita semua mengerti bahwa
tidak seorangpun dari kita semua itu yang mempunyai hak dalam apa-apa yang kelebihan -
sebab segala macam yang merupakan kelebihan diperintahkan untuk disedekahkan."
(Riwayat Muslim)

565. Dari Sahal bin Sa'ad r.a. bahwasanya ada seorang wanita datang kepada Nabi
s.a.w. dengan membawa selembar burdah yang ditenun, kemudian wanita itu berkata: "Saya
sendiri menenun pakaian ini dengan tanganku untuk saya berikan kepada Tuan agar Tuan
gunakan sebagai pakaian." Nabi s.a.w. mengambilnya dan memang beliau membutuhkannya.
Beliau keluar pada kita dan burdah tadi dikenakan sebagai sarungnya. Kemudian ada orang
berkata: "Berikanlah burdah itu untuk saya pakai, alangkah baiknya." Beliau s.a.w. bersabda:
"Baiklah." Selanjutnya Nabi s.a.w. duduklah dalam suatu majlis lalu burdah tadi dilipatnya
kemudian dikirimkan kepada orang yang memintanya tadi. Kaum - para sahabat - berkata
kepada yang meminta itu: "Alangkah baiknya perbuatanmu itu. Burdah itu dipakai oleh Nabi
s.a.w., sedangkan beliau membutuhkan untuk dipakainya dan engkau juga tahu bahwa
beliau itu tidak akan menolak permintaan siapapun yang memintanya." Orang tadi
menjawab: "Sesungguhnya saya, demi Allah, tidaklah saya memintanya itu karena saya
membutuhkannya, hanyasanya saya memintanya tadi ialah untuk saya jadikan kafanku -
yakni kalau meninggal dunia."Sahal - yang meriwayatkan Hadis ini -berkata: "Maka burdah
tersebut sungguh-sungguh dijadikan kafannya." (Riwayat Bukhari)

566. Dari Abu Musa r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w, bersabda:

"Sesungguhnya kaum Asy'ariyin itu apabila habis bekal-bekalnya dalam sesuatu
peperangan atau tinggal sedikit makanan untuk para keluarganya di Madinah, maka mereka
sama mengumpulkan apa-apa yang masih mereka punyai dalam selembar kain pakaian, lalu
mereka bagi-bagikanlah itu antara sesama mereka dalam ukuran satu wadah dengan sama
rata. Mereka itu adalah termasuk golonganku dan saya termasuk golongan mereka pula."
(Muttafaq 'alaih)

Armalu artinya sudah habis bekal mereka atau sudah mendekati kehabisannya.
53 Menurut penafsiran al-Qadhi 'lyadh, yaitu bahwa yang dimaksudkan dengan "keheranan Allah Ta'ala" itu
ialah keridhaanNya terhadap perbuatan suami-isteri tersebut, atau akan diberi balasan pahala yang berlipat
ganda, tetapi dapat pula berarti bahwa Allah amat mengagungkan perilaku mereka. Namun demikian dapat
juga diartikan bahwa yang menjadi keheranan terhadap kelakuan kedua suami-isteri itu ialah para malaikatnya
Allah, tetapi disebutkannya bahwa "Allah yang menjadi heran" itu semata-mata sebagai tanda kemuliaan yang
dilimpahkan kepada tuan rumah dan isterinya di atas.


Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

MELARANG SIFAT BAKHIL DAN KIKIR

Allah Ta'ala berfirman:

"Adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, juga mendustakan dengan apa-apa
yang baik - keterangan agama dan lain-lain, maka Kami memudahkan untuknya dalam menempuh
jalan kesukaran - maksudnya ialah kejahatan, kesengsaraan dan akhirnya menuju ke neraka. Hartanya
tidaklah akan berguna untuknya apabila Ia telah jatuh." (al-Lail: 8-11)

Allah Ta'ala berfirman pula:

"Dan barangsiapa yang terpelihara dari kekikiran jiwanya, maka mereka itulah orang-orang
yang berbahagia." (at-Taghabun: 16)

Adapun Hadis-hadisnya, maka sebagian besar daripadanya telah diuraikan dalam bab
di muka sebelum ini.

561. Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua -
yakni jauhkanlah dirimu semua - dari perbuatan penganiayaan, sebab sesungguhnya
menganiaya itu akan merupakan berbagai kegelapan pada hari kiamat. Takutlah engkau
semua dari perbuatan kikir, sebab sesungguhnya kikir itu telah membinasakan orang-orang -
yakni ummat- yang sebelummu. Kikir itulah yang menyebabkan mereka suka mengalirkan
darah-darah sesama mereka dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan pada mereka."
(Riwayat Muslim)

Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

MURAH HATI DAN DERMAWAN SERTA MEMBELANJAKAN DALAM ARAB KEBAIKAN DENGAN PERCAYA PENUH KEPADA ALLAH TA'ALA

Allah Ta'ala berfirman:



"Dan apa saja yang engkau semua nafkahkan, maka Allah akan menggantinya." (Saba':39)



Allah Ta'ala juga berfirman:



"Dan barang-barang baik - dari rezeki - yang engkau semua nafkahkan itu adalah untuk dirimu

sendiri dan engkau semua tidak menafkahkannya melainkan karena mengharapkan keridhaan Allah,

juga barang-barang baik yang engkau semua nafkahkan itu, niscaya akan dibayar kepadamu dan

tidaklah engkau semua dianiaya." (al-Baqarah: 272)



Allah Ta'ala berfirman lagi:



"Dan barang-barang baik yang berupa apapun juga yang engkau semua nafkahkan, maka

sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui." (al-Baqarah: 273)



542. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:



"Tiada kehasudan yang dibolehkan melainkan dalam dua macam perkara, yaitu:

seseorang yang dikarunia oleh Allah akan herta, kemudian ia mempergunakan guna

menafkahkannya itu untuk apa-apa yang hak - kebenaran - dan seseorang yang dikaruniai

oleh Allah akan ilmu pengetahuan, kemudian ia memberikan keputusan dengan ilmunya

itu - antara dua orang atau dua golongan yang berselisih - serta mengajarkannya pula."

(Muttafaq 'alaih)



Artinya ialah bahwa seseorang itu tidak patut dihasudi atau diri kecuali dalam salah

satu kedua perkara di atas itu.



543. Dari Ibnu Mas'ud r.a. pula katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Siapakah di antara engkau semua yang harta orang yang mewarisinya itu dianggap

lebih disukai daripada hartanya sendiri?" Para sahabat menjawab: "Ya Rasulullah, tiada

seorangpun dari kita ini, melainkan hartanya adalah lebih dicintai olehnya." Kemudian beliau

s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya hartanya sendiri ialah apa yang telah terdahulu

digunakannya, sedang harta orang yang mewarisinya adalah apa-apa yang ditinggalkan

olehnya - setelah matinya." (Riwayat Bukhari)



Keterangan:



Maksudnya yang telah terdahulu digunakannya, misalnya yang dipakai untuk makan

minumnya, pakaiannya, perumahannya atau yang diberikan untuk sedekah atau Iain-Iain

yang berupa pertolongan kesosialan. Selebihnya tentulah akan ditinggalkan, jika telah

meninggal dunia.



Oleh sebab itu Hadis di atas secara tidak langsung memberikan sindiran kepada kita

kaum Muslimin agar gemar harta yang ada di tangan kita yang sebenarnya hanya titipan dari

Allah Ta'ala itu, supaya kita nafkahkan untuk jalan kebaikan, semasih kita hidup di dunia ini.

Dengan demikian kemanfaatannya akan dapat kita rasakan setelah kita ada di akhirat nanti.


544. Dari 'Adi bin Hatim r.a. bahwasanya Rasuiullah s.a.w. bersabda:



"Takutlah engkau semua dari siksa api neraka,sekalipun dengan menyedekahkan

potongan kurma." (Muttafaq 'alaih)



545. Dari Jabir r.a., katanya: "Tiada pernah samasekali Rasuiullah s.a.w. itu dimintai

sesuatu, kemudian beliau berkata: "Jangan." (Muttafaq 'alaih)



546. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasuiullah s.a.w. bersabda:



"Tiada seharipun yang sekalian hamba berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua

malaikat yang turun. Seorang di antara keduanya itu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada

orang yang menafkahkan itu akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah,

berikanlah kepada orang yang menahan - tidak suka menafkahkan hartanya - itu kerusakan -

yakni hartanya menjadi habis." (Muttafaq 'alaih)



547. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Allah Ta'ala berfirman - dalam Hadis Qudsi: "Belanjakanlah - hartamu, pasti engkau

diberi nafkah - harta oleh Tuhan." (Muttafaq 'alaih)



548. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang

lelaki yang bertanya kepada Rasulullah s.a.w.: "Manakah di dalam Islam itu amalan yang

terbaik?" Beliau s.a.w. bersabda:



"Engkau memberikan makanan serta mengucapkan salam kepada orang yang engkau

ketahui dan orang yang tidak engkau ketahui." (Muttafaq 'alaih)



549. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Ada empat puluh macam amalan dan setinggi-tingginya adalah meminjamkan

kambing - untuk diambil susunya.Tiada seorang yang mengamalkan dengan satu perkara

daripada empat puluh macam perkara itu, melainkan Allah Ta'ala akan memasukkannya

dalam syurga." (Riwayat Bukhari)



Keterangan Hadis ini sudah terdahulu dalam bab Banyaknya Jalan-jalan Kebaikan -

lihat Hadis no. 138.



550. Dari Abu Umamah Shuday bin 'Ajlan r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Hai anak Adam, sesungguhnya jikalau engkau memberikan apa-apa yang kelebihan

padamu, sebenarnya hal itu adalah lebih baik untukmu dan jikalau engkau tahan - tidak

engkau berikan siapapun, maka hal itu adalah menjadikan keburukan untukmu. Engkau

tidak akan tercela karena adanya kecukupan - maksudnya menurut syariat engkau tidak

dianggap salah, jikalau kehidupanmu itu dalam keadaan yang cukup dan tidak berlebih-

lebihan. Lagi pula mulailah - dalam membelanjakan nafkah - kepada orang yang wajib

engkau nafkahi. Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian

bawah - yakni yang memberi itu lebih baik daripada yang meminta." (Riwayat Muslim)



551. Dari Anas r.a., katanya: "Tiada pernah Rasulullah s.a.w. itu diminta untuk

kepentingan Islam, melainkan tentu memberikan pada yang memintanya itu. Niscayalah

pernah ada seseorang lelaki datang kepada beliau s.a.w., kemudian beliau memberinya

sekelompok kambing yang ada di antara dua gunung - yakni karena banyaknya hingga

seolah-olah memenuhi dataran yang ada di antara dua gunung. Orang itu lalu kembali

kepada kaumnya kemudian berkata: "Hai kaumku, masuklah engkau semua dalam Agama

Islam, sebab sesungguhnya Muhammad memberikan sesuatu pemberian sebagai seorang

yang tidak takut akan kemiskinan." Sekalipun orang lelaki itu masuk Islam dan tiada yang

dikehendaki olehnya melainkan harta dunia, tetapi tidak lama kemudian Agama Islam itu

baginya adalah lebih ia cintai daripada dunia dan segala sesuatu yang ada di atasnya ini -

yakni Islamnya amat baik dan sebenar-benarnya." (Riwayat Muslim)



552. Dari Umar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. membagikan suatu pembagian, lalu

saya berkata: "Ya Rasulullah, sebenarnya selain yang Tuan beri itulah yang lebih berhak

daripada mereka yang Tuan beri itu." Beliau lalu bersabda: "Sebenarnya mereka itu -yakni

yang diberi - memberikan pilihan kepadaku, apakah mereka itu meminta padaku dengan

jalan yang tidak baik - seolah memaksa-maksa, kemudian saya memberikan sesuatu pada

mereka ataukah mereka menyuruh saya untuk berlaku kikir, sedangkan saya ini bukanlah

seorang yang kikir." (Riwayat Muslim)



553. Dari Jubair bin Muth'im r.a. bahwasanyaia berkata,ia pada suatu ketika berjalan

bersama Nabi s.a.w. ketika pulang dari peperangan Hunain, kemudian mulailah ada

beberapa orang A'rab - penduduk pedalaman - meminta-minta kepada beliau, sehingga

beliau itudipaksanyasampai kesebuah pohon samurah, lalu pohon tersebut menyambar

selendangnya - yakni selendang beliau itu terikat oleh duri-durinya. Selanjutnya Nabi s.a.w.

berdiri - sambil memegang kendali untanya - lalu bersabda: "Berikanlah padaku selendangku.

Andaikata saya mempunyai ternak sebanyak hitungan duri-duri pohon ini, niscayalah

semuanya itu akan saya bagikan kepadamu, selanjutnya engkau semua tidak akan

menganggap saya sebagai seorang kikir, pendusta atau pengecut." (Riwayat Bukhari)



554. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Tidaklah sesuatu pemberian sedekah itu mengurangi banyaknya harta. Tidaklah

Allah itu menambahkan seseorang akan sifat pengampunannya, melainkan ia akan

bertambah pula kemuliaannya. Juga tidaklah seseorang itu merendahkan diri karena

mengharapkan keridhaan Allah, melainkan ia akan diangkat pula derajatnya oleh Allah

'Azzawajalla. (Riwayat Muslim)



555. Dari Abu Kabsyah, yaitu Umar bin Sa'ad al-Anmari r.a. bahwasanya ia

mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Ada tiga perkara yang saya bersumpah atasnya dan saya memberitahukan kepadamu

semua akan suatu Hadis, maka peliharalah itu: Tidaklah harta seseorang itu akan menjadi

berkurang sebab disedekahkan, tidaklah seseorang hamba dianiaya dengan suatu

penganiayaan dan ia bersabar dalam menderitanya, melainkan Allah menambahkan

kemuliaan padanya, juga tidaklah seseorang hamba itu membuka pintu permintaan,

melainkan Allah membuka untuknya pintu kemiskinan," atau sabda beliau s.a.w. merupakan

kalimat lain yang senada dengan uraian di atas.



"Saya akan memberitahukan lagi kepadamu semua suatu Hadis maka peliharalah itu:

Hanyasanya dunia ini untuk empat macam golongan orang yaitu: Seorang hamba yang

dikarunia rezeki oleh Allah berupa harta dan ilmu pengetahuan, kemudian ia bertaqwa

kepada Tuhannya dan mempererat hubungan kekeluargaan serta mengetahui pula haknya

Allah dalamapa yang dimilikinya itu, maka ini adalah tingkat yang seutama-utamanya, juga

seseorang hamba yang dikaruniai ilmu pengetahuan tetapi tidak dikaruniai harta, kemudian

orang itu benar keniatannya, lalu ia berkata: "Andaikata saya mempunyai harta, niscaya saya

akan melakukan sebagaimana yang dilakukan si Fulan itu - dalam hal kebaikan, maka orang

tadi karena keniatannya tadi, pahalanya sama antara ia dengan orang yang akan dicontohnya.

Ada pula seseorang hamba yang dikarunia harta tetapi tidak dikarunia ilmu pengetahuan,

kemudian ia menubruk - mempergunakan - hartanya dalam hal-hal yang tidak

dimakluminya - secara awur-awuran - serta ia tidak pula bertaqwa kepada Tuhannya dan

tidak suka mempereratkan tali kekeluargaannya, bahkan tidak pula mengetahui hal-hal Allah

dalam hartanya itu, maka orang semacam ini adalah dalam tingkat yang seburuk-buruknya,

juga seseorang hamba yang tidak dikarunia harta dan tidak pula ilmu pengetahuan, lalu ia

berkata: "Andaikata saya mempunyai harta niscayalah saya akan melakukan sebagaimana

yang dilakukan oleh si Fulan - dalam hal keburukan, maka orang itu karena keniatannya

adalah sama dosanya antara ia sendiri dengan orang yang akan dicontohnya itu."



Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan

shahih.



556. Dari Aisyah radhiallahu 'anha bahwasanya para sahabat sama menyembelih

kambing - lalu mereka sedekahkan kecuali belikatnya, kemudian Nabi s.a.w. bertanya:

"Bagian apakah yang tertinggal dari kambing itu?" Aisyah menjawab: "Tidak ada yang

tertinggal daripadanya, melainkan belikatnya." Beliau lalu bersabda: "Sesungguhnya semua

anggotanya itu masih tertinggal, kecuali belikatnya yang tidak."



Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.



Maknanya ialah supaya disedekahkanlah semuanya kecuali belikatnya, maka sabda

beliau s.a.w. itu jelasnya ialah bahwa di akhirat semua itu masih tetap ada pahalanya - sebab

disedekahkan - kecuali belikatnya yang tidak ada pahalanya - karena dimakan sendiri.



557. Dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah

s.a.w. bersabda kepadaku: "Jangan engkau menyimpan apa-apa yang ada di tanganmu, sebab

kalau demikian maka Allah akan menyimpan terhadap dirimu - yakni engkau tidak diberi

rezeki lagi."



Dalam riwayat lain disebutkan:



"Nafkahkanlah, atau berikanlah atau sebarkanlah dan jangan engkau menghitung-

hitungnya, sebab kalau demikian maka Allah akan menghitung-hitungkan karunia yang

akan diberikan padamu. Jangan pula engkau mencegah - menahan untuk memberikan

sesuatu, sebab kalau demikian maka Allah akan mencegah pemberianNya padamu."

(Muttafaq 'alaih)



558. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Perumpamaan orang kikir dan orang yang suka menafkahkan itu adalah seperti dua

orang lelaki yang di tubuhnya ada dua buah baju kurung dari besi - masing-masing sebuah,

antara dua susunya dengan tulang lehernya.

Adapun orang yang suka menafkahkan, maka tidaklah ia menafkahkan sesuatu,

melainkan makin sempurnalah atau mencukupi seluruh kulitnya sampai-sampai menutupi

tulang-tulangjari-jarinya, bahkan menutupi pula bekas-bekasnya - ketika berjalan.



Adapun orang kikir maka tidaklah ia menginginkan hendak menafkahkan sesuatu,

melainkan makin melekatlah setiap kolongan itu pada tempatnya. Ia hendak meluaskan

kolongan tadi, tetapi tidak dapat melebar." (Muttafaq 'alaih)



Aljubbah atau Addir'u artinya baju kurung.



Artinya ialah bahwa seseorang yang suka membelanjakan itu setiap ia menafkahkan

sesuatu, maka makin sempurna dan memanjanglah sehingga tertariklah pakaian yang

dikenakannya itu sampai ke belakangnya, sehingga dapat menutupi kedua kaki serta bekas

jalan dan langkah-langkahnya.



559. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Barangsiapa bersedekah dengan sesuatu senilai sebiji buah kurma yang diperolehnya

dari hasil kerja yang baik - bukan haram -dan memang Allah itu tidak akan menerima kecuali

yang baik. Maka sesungguhnya Allah akan menerima sedekah orang itu dengan tangan

kanannya - sebagai kiasan kekuasaanNya, kemudian memperkembangkan pahala sedekah

tersebut untuk orang yang melakukannya, sebagaimana seseorang dari engkau semua

memperkembangkan anak kudanya sehingga menjadi seperti gunung - yakni memenuhi

lembah gunung karena banyaknya." (Muttafaq 'alaih)



Alfaluwwu dengan fathahnya fa' dan dhammahnya lam serta syaddahnya wawu, ada

juga yang mengucapkan dengan kasrahnya fa', sukunnya lam serta diringankannya wawu

yakni wawunya tidak disyaddahkan - dan berbunyi Alfilwu, artinya anak kuda.



Keterangan:



Hadis di atas menurut uraian Imam al-Maziri diartikan sebagai perumpamaan yakni

yang lazim berlaku di kalangan bangsa Arab. Misalnya dalam percakapan mereka sehari-hari

untuk memudahkan pengertian. Jadi seperti sedekah yang benar-benar diterima oleh Allah,

lalu dikatakan "diterima dengan tangan kanannya," juga seperti perlipat gandaan pahala,

dikatakan dengan "perawatan atau pemeliharaan yang sebaik-baiknya."



Imam Termidzi berkata: "Para alim-ulama ahlus sunnah wal jama'ah berkata: "Kita

semua mengimankan apapun yang terkandung dalam Hadis itu dan tidak perlu kita

fahamkan sebagai perumpamaan, namun demikian kitapun tidak akan menanyakan dan

tidak pula memperdalamkan: "Jadi bagaimana wujud sebenarnya?" Misalnya mengenai

tangan kanan Tuhan, perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan olehNya dan Iain-Iain

sebagainya."



560. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Pada suatu kettka ada

seorang lelaki berjalan di suatu tanah lapang - yang tidak berair, lalu ia mendengar suatu

suara dalam awan: "Siramlah kebun si Fulan itu!" Kemudian menyingkirlah awan itu menuju

ke tempat yang ditunjukkan, lalu menghabiskan airnya di atas tanah lapang berbatu hitam

itu. Tiba-tiba sesuatu aliran air dari sekian banyak aliran airnya itu mengambil air hujan itu

seluruhnya, kemudian orang tadi mengikuti aliran air tersebut. Sekonyong-konyong

tampaklah olehnya seorang lelaki yang berdiri di kebunnya mengalirkan air itu dengan alat

keruknya. Orang itu bertanya kepada pemilik kebun: "Hai hamba Allah, siapakah nama

anda?" Ia menjawab: "Namaku Fulan," dan nama ini cocok dengan nama yang didengar

olehnya di awan tadi. Pemilik kebun bertanya: "Mengapa anda tanya nama saya?" Orang itu

menjawab: "Sesung-guhnya saya tadi mendengar suatu suara di awan yang inilah airyang

turun daripadanya. Suara itu berkata: "Siramlah kebun si Fulan itu! Nama itu sesuai benar

dengan nama anda. Sebenarnya apakah yang anda lakukan?" Pemilik kebun menjawab:

"Adapun anda menanyakan semacam ini, karena sesungguhnya saya selalu melihat -

memperhatikan benar-benar - jumlah hasil yang keluar dari kebun ini. Kemudian saya

bersedekah dengan sepertiganya, saya makan bersama keluarga saya yang sepertiganya dan

saya kembalikan pada kebun ini yang sepertiganya pula - untuk bibit-bibitnya." (Riwayat

Muslim)

Sumber : Kitab Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

ANJURAN UNTUK MAKAN DARI HASIL USAHA JANGAN SENDIRI DAN MENAHAN DIRI DARI MEMINTA SERTA MENUNTUT AGAR DIBERI

Allah Ta'ala berfirman:



"Jikalau shalat telah diselesaikan, maka menyebarlah di bumi dan carilah rezeki dari

keutamaan Allah," hingga habisnya ayat. (al-Jumu'ah: 10)



537. Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.

bersabda:



"Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya - untuk

mengikat - lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali - di negerinya - dengan

membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian

dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya - yakni dicukupi kebutuhannya, maka

hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada

orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya." (Riwayat Bukhari)



538. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mencari sebongkokan kayu bakar

dan diletakkan di atas punggungnya, itu adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada

seseorang, kemudian orang yang dimintai itu memberinya atau menolak permintaannya."

(Muttafaq 'alaih)



539. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Adalah Nabi Dawud

'alaihis-salam itu tidak suka makan sesuatu, kecuali dari hasil usaha tangannya sendiri -

yakni kerjanya." (Riwayat Bukhari)



540. Dari Abu Hurairah r.a. pula, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Nabi Zakariya 'alaihis-salam itu adalah seorang tukang kayu." (Riwayat Muslim)



541. Dari al-Miqdad bin Ma'dikariba r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:



"Tidaklah seseorang itu makan sesuatu makanan, sekalipun sedikit, yang lebih baik

daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya dan sesungguhnya Nabiullah

Dawud 'alaihis-salam itu juga makan dari hasil usaha tangannya." (Riwayat Bukhari)


Sumber : Kitab Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

BOLEH MENGAMBIL TANPA MEMINTA ATAU MENGINTAI MENGHARAP-HARAPKAN

536. Dari Salim bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, yaitu Abdullah bin Umar dari

Umar radhiallahu 'anhum, katanya: "Rasulullah s.a.w. memberikan sesuatu pemberian

kepada saya, lalu saya berkata: "Berikanlah itu kepada orang yang lebih membutuhkan

padanya daripada saya sendiri." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Ambil sajalah pemberian

ini, jikalau ada sesuatu yang datang dari harta ini, sedangkan engkau tidak mengharap-

harapkan dan tidak pula memintanya - padahal engkau diberi dengan keikhlasan hati, maka

ambillah itu. Jadikanlah itu sebagai hartamu - yang sah. Jikalau engkau suka, makanlah ia

dan jikalau engkau suka maka bersedekahlah dengannya. Tetapi jikalau tidak demikian -

artinya datangnya harta itu dengan sebab diharap-harapkan untuk diberi atau karena

diminta, maka janganlah engkau memperturutkan hawa nafsumu - yakni melakukan itu dan

kalau diberi jangan pula menerimanya."'



Salim berkata: "Maka Abdullah tidak pernah meminta sesuatu apapun dari orang lain

dan tidak pernah pula menolak sesuatu pemberian, jikalau ia diberi. (Muttafaq 'alaih)


Sumber : Kitab Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...

QANA'AH — PUAS DENGAN APA ADANYA DAN TETAP BERUSAHA, 'AFAF — ENGGAN MEMINTA-MINTA, BERLAKU SEDERHANA DALAM KEHIDUPAN DAN BERBELANJA SERTA MENCELA

Allah Ta'ala berfirman:



"Tiada sesuatupun binatang yang bergerak di bumi itu, kecuali atas tanggungan Allah jualah keadaan

rezekinya." (Hud: 6)



Allah Ta'ala juga berfirman:



"Berikanlah sedekah itu kepada kaum fakir yang terkepung dalam menjalankan jihad fi-sabilillah,

mereka tidak dapat berjalan keliling negeri. Orang-orang yang tidak mengetahui akan mengira bahwa mereka

itu adalah orang-orang yang kaya karena bersikap ta'affuf - enggan meminta-minta. Engkau dapat mengenal

mereka itu dengan tanda-tandanya yakni bahwa mereka itu tidak mau meminta kepada para manusia secara

berulang kali - yakni menyangat-nyangatkan permintaannya." (al-Baqarah: 273)



Juga Allah Ta'ala berfirman:



"Dan mereka - hamba-hamba Allah yang berbakti - itu apabila menafkahkan hartanya, maka mereka itu

tidak melampaui batas - terlalu boros - dan tidak pula bersikap kikir, tetapi pertengahan antara keduanya itu."

(al-Furqan: 67)



Allah Ta'ala berfirman pula:



"Tidaklah Kami menciptakan jin dan manusia itu melainkan supaya menyembah padaKu. Aku tidak

hendak meminta rezeki kepada mereka dan Aku tidak hendak meminta supaya mereka memberi makanan

kepadaKu." (adz-Dzariyat: 56-57)



Adapun Hadis-hadisnya, maka sebagian besar telah diuraikan dalam kedua bab yang ada di

muka. Di antaranya yang belum terdapat di muka ialah:



520. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Bukannya yang dinamakan kaya itu

karena banyaknya harta, tetapi yang dinamakan kaya - yang sebenarnya - ialah kayanya jiwa."

(Muttafaq 'alaih)



521. Dari Abdullah bin 'Amr radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Sungguh berbahagialah orang yang masuk Agama Islam dan diberi rezeki cukup serta

dikaruniai sifat qana'ah oleh Allah dengan apa-apa yang direzekikan kepadanya itu." (Riwayat Imam

Muslim)



522. Dari Hakim bin Hizam r.a.,katanya: "Saya meminta kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau

memberikan sesuatu padaku, lalu saya meminta lagi pada beliau, kemudian beliaupun memberikan

pula sesuatu padaku, selanjutnya beliau bersabda:



"Hai Hakim, sesungguhnya harta ini adalah sebagai benda yang kehijau-hijauan - yakni enak

dirasakan dan nyaman dipandang juga manis. Maka barangsiapa yang mengambilnya itu dengan

jiwa kedermawanan - dari orang yang memberikannya serta memintanya itu dengan tidak memaksa,

tentulah harta itu memperoleh berkah Tuhan, tetapi barangsiapa yang mengambilnya itu dengan jiwa

kelobaan - atau ketamakan, maka tidak memperoleh berkah Tuhan dalam harta tadi. Ia adalah

sebagai seseorang yang makan, namun tidak kenyang-kenyang. Tangan yang bagian atas - yang

memberi - adalah lebih mulia daripada yang bagian bawah - yang diberi."


Hakim lalu berkata: "Ya Rasulullah, demi Zat yang mengutus Tuan dengan membawa

kebenaran, saya tidak akan suka lagi menerima sesuatu dari seseorangpun sepeninggal Tuan nanti,

sehingga saya akan berpisah dengan dunia - yakni sampai mati."



Abu Bakar r.a. pernah mengundang Hakim karena hendak memberikan sesuatu padanya,

tetapi Hakim menolak untuk menerima sesuatupun dari pemberian itu. Seterusnya Umar r.a. pernah

pula memanggilnya untuk memberikan sesuatu pada Hakim itu, tetapi ia juga enggan menerima

pemberian tadi. Abu Bakar dan Umar radhiallahu 'anhuma itu memanggil di kala keduanya menjabat

sebagai khalifah secara bergantian. Umar lalu berkata: "Hai sekalian kaum Muslimin, saya

mempersaksikan kepadamu semua atas diri Hakim ini, bahwasanya saya menawarkan padanya akan

haknya yang saya wajib membagikan untuknya dari harta rampasan, tetapi ia enggan mengambil

haknya itu.



Hakim memang tidak pernah menerima sesuatu pemberian dari seseorangpun setelah

wafatnya Nabi s.a.w., sehingga ia meninggal dunia. (Muttafaq 'alaih)



523. Dari Abu Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari r.a., katanya: "Kita semua keluar bersama

Rasulullah s.a.w. dalam melakukan sesuatu peperangan. Kita semua ada enam orang banyaknya -

yakni yang menyertai Nabi s.a.w. itu, di antara kita ada seekor unta yang kita gunakan untuk ganti-

berganti menaikinya. Maka berlobang-lobanglah kaki-kaki kita, juga kakikupun berlobang-lobang

pula dan jatuhlah kuku-kukuku. Oleh sebab itu kita lalu membalutkan beberapa helai kain pada kaki-

kaki kita itu dan dengan demikian peperangan itu dinamakan perang Dzatu riqa' - mempunyai

beberapa balutan kain, karena kita membalutkan beberapa helai kain pada kaki-kaki kita tadi."



Abu Burdah berkata: "Abu Musa menceriterakan Hadis ini, kemudian ia merasa tidak senang

dalam menguraikannya itu dan ia mengatakan: "Apa yang dapat saya lakukan dengan menyebut-

nyebutkannya itu?" Abu Burdah melanjutkan katanya: "Seolah-olah Abu Musa itu tidak senang kalau

menyebutkan sesuatu amalannya, lalu disiar-siarkannya." (Muttafaq 'alaih)



Maksudnya: Oleh sebab adanya bala' sampai kaki-kaki menjadi rusak dan kuku-kuku lepas itu

adalah semata-mata urusan antara manusia dengan Tuhan, maka menurut anggapan Abu Musa r.a.

tidak perlu diterang-terangkan, supaya tidak dianggap sebagai memamerkan jasa atau amalan."



524. Dari 'Amr bin Taghlib - dengan fathahnya ta' mutsannat di atas dan sukunnya ghain

mu'jamah dan kasrahnya fam - r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. didatangi - memperoleh - harta

atau rampasan, lalu beliau s.a.w. membagikan itu. Ada beberapa orang yang beliau beri dan ada pula

beberapa orang yang beliau tinggalkan - yakni tidak diberi bagian. Kemudian sampailah suatu berita

kepada beliau bahwa orang-orang yang tidak diberi itu sama mencela cara beliau membagikan tadi.

Beliau s.a.w. lalu bertahmid kepada Allah lalu memujiNya, kemudian bersabda:



"Amma ba'du." Sesungguhnya saya niscayalah memberikan bagian kepada golongan -

beberapa orang, karena saya mengetahui keluh kesah dalam hati mereka itu serta sesambatan mereka

yang amat sangat, sedang segolongan lain saya serahkan kepada Allah, karena Allah telah

memberikan kekayaan bathin dan kebaikan dalam hati mereka ini, di antara mereka ini adalah 'Amr

bin Taghlib."



'Amr bin Taghlib berkata: "Demi Allah, saya - amat gembira mendengar pujian beliau s.a.w.

itu pada saya, sehingga karena gembiranya, maka saya - tidak suka andaikata kalimat Rasulullah

s.a.w. yang ditujukan kepada saya itu ditukar dengan ternak-ternak merah - sebagai kiasan sebaik-

baik harta bagi bangsa Arab." (Riwayat Bukhari)



525. Dari Hakim bin Hizam r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:



"Tangan yang bagian atas - yang memberi - adalah lebih mulia daripada tangan yang bagian

bawah -yang diberi. Dan dahulukanlah dalam pemberian itu kepada orang-orang yang menjadi

tanggunganmu - yakni yang wajib dinafkahi. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar

kebutuhan - yakni keadaan diri sendiri dan keluarga sudah dicukupi. Barangsiapa yang enggan

meminta, maka Allah akan memberikan kecukupan padanya dan barangsiapa tidak membutuhkan

pemberian manusia, maka Allah akan memberikan kekayaan padanya." (Muttafaq 'alaih)



Ini adalah lafaznya Imam Bukhari, sedang lafaznya Imam Muslim adalah lebih ringkas lagi.



526. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yaitu Shakhr bin Harb

radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua

mempersangatkan dalam meminta sesuatu sebab demi Allah, tidaklah seseorang dari engkau

semua itu meminta sesuatu, kemudian karena permintaannya itu lalu dapat mengeluarkan

sesuatu pemberian daripadaku untuknya, sedangkan saya tidak senang dengan cara

memintanya,selanjutnya lalu diberkahi untuk orang tadi dalam apa-apa yang saya berikan."

(Riwayat Muslim)



Maksudnya bahwa rezeki yang berasal dari meminta, apabila rezeki itu menjadi

bertambah banyak dan kekal karena dibuat berusaha umpamanya, maka yang diminta

dengan baik yakni tidak seolah-olah memaksa adalah lebih baik dan lebih banyak berkahnya

dari yang diminta dengan nada yang seolah-olah memaksa.



527. Dari Abu Abdir Rahman, yaitu 'Auf bin Malik al-Asyja'i r.a., katanya: "Kita semua

ada di sisi Rasulullah s.a.w. dan kita ada sembilan, delapan atau tujuh orang, kemudian

beliau s.a.w. bersabda: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Padahal kita

semua baru beberapa hari saja melakukan pembai'atan pula pada beliau itu, oleh sebab itu

kita berkata: "Kita semua telah membai'at Tuan, ya Rasulullah." Kemudian beliau s.a.w.

bersabda lagi: "Tidakkah engkau semua berbai'at kepada Rasulullah?" Kita lalu

membeberkan tangan-tangan kita dan kita berkata: "Kita semua dulu sudah berbai'at kepada

Tuan, ya Rasulullah dan sekarang kita berbai'at lagi dalam hal apakah?" Beliau s.a.w. lalu

bersabda: "Hendaklah engkau semua menyembah kepada Allah yang Maha Esa dan jangan

menyekutukan sesuatu denganNya, tetapi tetaplah mengerjakan shalat lima waktu dan

sampai engkau semua mendengarkan serta melakukan ketaatan," lalu beliau

memperlahankan suaranya dan bersabda dengan berbisik: "Dan jangan meminta sesuatu

apapun dari orang-orang."



Maka sungguh saya pernah melihat ada orang yang termasuk golongan orang-orang

di atas itu, ketika cemetinya jatuh, ia tidak meminta seseorang supaya diambilkan cemetinya

tadi." (Riwayat Muslim)



528. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:



"Tidak henti-hentinya permintaan itu menghinggapi seseorang di antara engkau

semua - yakni orang yang senantiasa mempunyai tabiat suka meminta-minta itu tidak akan

berhenti, sehingga ia menemui Allah Ta'ala - yaitu pada hari kiamat nanti - sedang di

wajahnya itu tidak terdapat sepotong dagingpun - jadi dalam keadaan sangat hina-dina."

(Muttafaq 'alaih)



529. Dari Ibnu Umar r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda, sedang di kala

itu beliau berada di atas mimbar dan menyebut-nyebutkan perihal sedekah dan menahan diri

dari meminta:



"Tangan yang bagian atas adalah lebih baik daripada tangan yang bagian bawah.

Tangan yang bagian atas itu adalah yang menafkahkan - yakni yang memberikan sedekah,

sedang tangan yang bagian bawah adalah yang meminta." (Muttafaq 'alaih)



530. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Barangsiapa yang meminta-minta kepada orang-orang dengan maksud supaya

menjadi banyak apa yang dimilikinya - jadi sudah cukup tetapi terus saja meminta-minta,

maka sebenarnyalah orang itu meminta bara api. Maka dari itu baiklah ia memilih hendak

mempersedikitkan atau memperbanyakkan - siksanya." (Riwayat Muslim)



Keterangan:



Hadis di atas dapat diartikan bahwa orang sebagaimana yang tersebut itu yakni yang

meminta-minta lebih dari keperluannya atau untuk mencari yang sebanyak-banyaknya akan

disiksa dalam neraka dan oleh Rasulullah s.a.w. dikiaskan sebagai orang-orang yang

meminta bara api. Tetapi dapat pula diartikan dengan makna yang sebenarnya menurut

lahiriyah sabda beliau s.a.w., yaitu bahwa bara api akan dimasukkan dalam seterika dan

kepada orang sebagaimana di atas itu akan diseterikakan pada punggung dan lambungnya,

seperti juga keadaan orang yang sudah berkewajiban zakat, namun enggan mengeluarkan

atau menunaikan kewajiban zakatnya.



Demikianlah yang diuraikan oleh al-Qadhi'lyadh dalam menafsiri Hadis di atas.



531. Dari Samurah bin Jundub r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Sesungguhnya permintaan adalah suatu cakaran yang seseorang itu mencakarkan

sendiri ke arah mukanya, kecuali jikalau seseorang itu meminta kepada sultan - penguasa

negara* - atau ia meminta untuk sesuatu keperluan yang tidak boleh tidak ia harus

melakukannya."



Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan

shahih.



532. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang

dihinggapi oleh kemelaratan, lalu diturunkannya kepada manusia - yakni meminta tolong

kepada sesama manusia agar dihilangkan kemelaratannya itu, maka tentu tidak akan

tertutuplah kemelaratannya tadi. Tetapi barangsiapa menurunkannya kepada Allah - yakni

mohon kepadaNya agar dihilangkan kemelaratannya, maka bersegeralah Allah akan

memberinya rezeki yang kontan - cepat diberikannya - atau rezeki yang dilambatkan

memberikannya."



Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud serta Termidzi dan Termidzi mengatakan

bahwa ini adalah Hadis hasan.



Meminta kepada Sultan itupun tidak boleh sembarang minta, tetapi yang ada sangkut

pautnya dengan soal-soal keagamaan, misalnya meminta zakat yang diwajibkan oleh Allah

kepadanya atau seperlima bagian dari hasil rampasan peperangan atau memang karena

untuk kepentingan ummat dan masyarakat.



533. Dari Tsauban r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Siapakah yang memberikan jaminan kepada saya bahwa ia tidak akan meminta

apapun dari para manusia dan saya memberikan jaminan padanya untuk memperoleh

syurga?" Saya berkata: "Saya."



Maka Tsauban sejak saat itu tidak pernah meminta sesuatu apapun kepada siapa saja.



Diriwayatkan oleh Imam Dawud dengan isnad shahih.


534. Dari Abu Bisyr yaitu Qabishah bin al-Mukhariq r.a., katanya: "Saya mempunyai

beban sesuatu tanggungan harta - hamalah, lalu saya datang kepada Rasulullah s.a.w. untuk

meminta sesuatu padanya guna melunasi tanggungan itu. Beliau s.a.w. bersabda:

"Berdiamlah di sini dulu sampai ada harta sedekah - zakat - yang datang pada kita, maka

dengan harta itu kita akan menyuruh guna diberikan padamu," selanjutnya beliau s.a.w.

bersabda:



"Hai Qabishah, sesungguhnya permintaan itu tidak boleh dilakukan kecuali untuk

salah satu dari tiga macam orang ini, yaitu: Seseorang yang mempunyai beban sesuatu

tanggungan harta -hamalah, maka bolehlah ia meminta sehingga memperoleh sejumlah harta

yang diperlukan tadi, kemudian menahandiri - jangan meminta-minta lagi. Juga seseorang

yang mendapatkan sesuatu bencana, sehingga menyebabkan kemusnahan hartanya - lalu

menjadi miskin, maka bolehlah ia meminta, sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk

menutupi keperluan hidupnya," atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya. Demikian pula seseorang yang dihinggapi oleh kemelaratan, sehingga ada tiga

orang dari golongan orang-orang yang berakal di kalangan kaumnya mengatakan: "Benar-

benar si Fulan itu telah dihinggapi oleh kemelaratan," maka orang semacam itu bolehlah

meminta sehingga dapatlah ia memperoleh sesuatu untuk menutupi keperluan hidupnya,"

atau sabda beliau: "Sesuatu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya." Adapun selain tiga

macam orang tersebut di atas, maka permintaannya itu, hai Qabishah adalah merupakan

suatu perbuatan dosa yang dimakan oleh orang yang memintanya tadi dengan memperoleh

dosa." (Riwayat Muslim)



Alhamalah dengan fathahnya ha' ialah apabila terjadi sesuatu pertempuran ataupun

pertengkaran Iain-Iain antara dua golongan, kemudian ada orang yang bermaksud hendak

mendamaikan antara mereka itu dengan cara memberikan harta yang menjadi

tanggungannya dan mewajibkan pengeluarannya itu atas dirinya sendiri. Tanggungan harta

semacam inilah yang dinamakan hamalah. Aljaihah ialah sesuatu bencana yang mengenai

harta seseorang -sehingga ia menjadi miskin. Alqiwam dengan kasrahnya qaf atau dengan

fathahnya ialah sesuatu yang dengannya itulah urusan seseorang dapat berdiri dengan baik,

ini adalah berupa harta ataupun lain-lainnya. Assidad dengan kasrahnya sin ialah sesuatu

yang dapat menutupi kebutuhan orang yang mempunyai keperluan dan dapat pula

mencukupinya. Alfaqah ialah kekafiran. Alhija ialah akal.



535. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:



"Bukannya orang miskin itu orang yang berkeliling mendatangi orang banyak - keluar

masuk dari rumah ke rumah - lalu ditolak ketika meminta sebiji atau dua biji kurma atau

ketika meminta sesuap atau dua suap makanan, tetapi orang miskin yang sebenarnya ialah

orang yang tidak mempunyai kekayaan untuk mencukupi kebutuhannya, tidak pula

diketahui kemiskinannya, sebab andaikata diketahui tentu ia akan diberi sedekah bahkan

tidak pula ia suka berdiri lalu meminta-minta sesuatu kepada orang-orang." (Muttafaq 'alaih)


Sumber : Kitab Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih Selengkapnya...