BERWASIAT KEPADA KAUM WANITA

BERWASIAT KEPADA KAUM WANITA

Allah Ta'ala berfirman:

"Dan pergaulilah kaum wanita itu dengan baik-baik." (an-Nisa': 19)

Allah Ta'ala berfirman lagi:

"Dan engkau semua tidak akan dapat berbuat seadil-adilnya terhadap kaum wanita itu,
sekalipun engkau semua sangat menginginkan berbuat sedemikian itu. Oleh sebab itu,janganlah
engkau semua miring kepada yang satu dengan cara yang keterlaluan sehingga engkau semua biarkan
ia sebagai tergantung. jikalau engkau berbuat kebaikan dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Pengampun lagi Penyayang." (an-Nisa': 129)

Keterangan:

Dalam syariat Islam seorang lelaki dibolehkan berpoligami atau kawin lebih dari satu
dan dibatasi sebanyak-banyaknya empat isteri. Tetapi diberisyarat mutlak bagisuami itu
hendaklah ia dapat berlaku adil. Maksudnya, jika kawin dua orang masih dapat berlaku adil,
hukumnya tetap boleh, tetapi jika dua orang saja sudah tidak dapat adil, maka wajib hanya
seorang saja. Sekiranya beristeri dua dapat adil, tetapi jika sampai tiga, lalu tidak adil, maka
haramlah bagi suami itu mengawini tiga isteri. Jadi yang dibolehkan hanya dua belaka.
Seterusnya jika tiga orang dapat berbuat adil, tetapi kalau empat, lalu menjadi tidak adil,
maka haram pula beristeri sampai empat itu. Jadi wajib hanya tiga isteri saja yang boleh
drkawini. Ringkasnya keadilan itu memegang peranan utama untuk halal atau haramnya
lelaki kawin lebih dari satu. Ini sesuai dengan petunjuk Allah yang difirmankan dalam al-
Quran, yakni:

"Maka bolehlah kamu mangawini wanita-wanita itu dua orang, tiga dan empat. Tetapi jika
kamu khuatir tidak dapat berlaku adil, maka seorang wanita saja - yang dibolehkan." (an-Nisa': 3)

Keadilan yang dimaksudkan ialah mengenai hal-hal yang zahir, seperti bergilir untuk
bermalam. Tetapi yang mengenai isi hati tentu tidak diwajibkan adanya keadilan itu seperti
rasa cinta kepada yang seorang melebihi kepada yang lain. Ini sama halnya dengan wanita
yang bersaudara banyak, misalnya: Mungkin kepada si Nuruddin ia lebih cinta dan lebih
senang, sedang kepada si Hasbullah tidak demikian atau kurang kecintaannya dan kepada si
Jalal malahan membenci padahal semuanya sesaudara. Jadi mengenai rasa cinta tidak
diwajibkan adanya keadilan.

Demikian pula dalam hal persetubuhan, tidak pula diwajibkan adanya keadilan itu
bagi suami terhadap para isterinya, sebab persoalan ini adalah sebagai hasil yang
ditumbuhkan oleh rasa cinta tersebut.

Itulah yang dimaksudkan dalam Islam mengenai makna keadilan. Oleh sebab itu pula
Allah berfirman sebagaimana di atas, yang tujuannya ialah bahwa kamu semua, hai manusia,
itu tidak mungkin dapat berbuat keadilan yang seadil-adilnya terhadap para isteri itu,
sekalipun kamu ingin berbuat demikian. Bahkan Rasulullah s.a.w. sendiri pernah bersabda:

"Ya Allah, inilah daya-upayaku yang dapat kumiliki (yakni dalam berlaku adil
terhadap para isteri), saya tidak kuat memiliki sebagaimana yang Engkau miliki dan hal itu
memang tidak saya miliki (atau saya tidak dapat melaksanakannya)."

Namun demikian, sekalipun kita tidak dapat berlaku seadil-adilnya terhadap para
isteri, kitapun diperingatkan oleh Allah Ta'ala dengan firmanNya:

"Jangan kamu miring atau terlampau condong kepada yang seorang dengan cara yang
kesangatan, sehingga engkau biarkan ia sebagai wanita yang tergantung." (an-Nisa': 129)

Maksudnya sekalipun rasa cinta dan persetubuhan itu tidak merupakan kewajiban
untuk dibagi secara adil, tetapi juga jangan terlampau sangat melebihkan kepada yang
seorang sampai-sampai yang lainnya tidak dikasihi samasekali, meskipun dalam bergiliran
tidur tetap dilaksanakan. Sebabnya ialah kalau ini dikerjakan, maka sama halnya dengan
membiarkan isteri itu seperti barang yang tergantung, artinya kalau dikatakan tidak
bersuami atau janda, kenyataannya ada suaminya, tetapi kalau dikatakan ada suaminya,
kenyataannya suaminya tidak ada rasa cintanya sedikitpun pada wanita itu dan tidak pernah
diberi bagian untuk bersenang-senang dalam seketiduran. Demikianlah peringatan Allah
kepada kita kaum Muslimin.

274. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baik-baik, sebab
sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk dan sesungguhnya selengkung-
lengkungnya tulang rusuk ialah bagian yang teratas sekali. Maka jikalau engkau mencoba
meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya dan jikalau engkau biarkan saja, maka
ia akan tetap lengkung selama-lamanya. Oleh sebab itu, maka berwasiatlah yang baik-baik
kepada kaum wanita itu." (Muttafaq 'alaih)

Dalam riwayat kedua kitab Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan demikian:

Nabi s.a.w. bersabda:

"Wanita itu adalah sebagai tulang rusuk, jikalau engkau luruskan, maka engkau akan
mematahkannya, dan jikalau engkau bersenang-senang dengannya, engkaupun dapat pula
bersenang-senang dengannya tetapi di dalam wanita itu tentu ada kelengkungannya."

Dalam riwayat Muslim disebutkan:

Nabi s.a.w. bersabda:

"Sesungguhnya wanita itu dibuat dari tulang rusuk yang tidak akan melurus pada
suatu jalan selama-lamanya untukmu. Maka jikalau engkau bersenang-senang dengannya,
dapat pula engkau bersenang-senang dengannya, tetapi di dalam wanita itu ada
kelengkungannya dan jikalau engkau luruskan ia, maka engkau akan mematahkannya dan
patahnya itu ialah menceraikannya."

275. Dari Abdullah bin Zam'ah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. berkhutbah
dan menyebutkan perihal unta - mu'jizat Nabi Shalih a.s. - serta orang yang menyembelihnya,
kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda, membacakan firman Allah - yang artinya: "Ketika
bangkit dengan cepat - untuk melakukan kejahatan membunuh unta itu - orang yang tercelaka di
kalangan mereka - kaum Tsamud." (as-Syams: 12).

Untuk menyembelih itu bangkitlah dengan cepatnya seorang lelaki yang perkasa,
jahat perangainya serta perusak, pula memiliki kekuasaan di kalangan kelompoknya.

Selanjutnya beliau s.a.w. menyebutkan perihal kaum wanita, lalu memberikan nasihat
dalam persoalan wanita itu, kemudian bersabda:

"Ada seseorang dari engkau semua bersengaja benar - hendak menyakiti isterinya -
lalu menjalad - memukul - isterinya itu sebagai menjalad seseorang hambasahaya, tetapi
barangkali pada akhir harinya ia menyetubuhinya."

Seterusnya beliau s.a.w. menasihati orang-orang itu dalam hal ketawa mereka dari
kentut, lalu bersabda: "Mengapa seseorang dari engkau semua itu ketawa dari apa yang
dilakukan itu?" maksudnya: "Bukankah ketawa dari sebab kentut itu menyalahi keperwiraan
diri." (Muttafaq 'alaih)

276. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Janganlah seseorang mu'min lelaki itu membenci seseorang mu'min perempuan,
sebab jikalau ia tidak senang dari wanita itu tentang suatu budipekertinya, tentunya ia akan
merasa senang dari budipekertinya yang lain, atau dari budipekerti yang selain dibencinya
itu." (Riwayat Muslim)

Sabda Nabi s.a.w. Yafraku, dengan fathahnya ya', saknahnya fa' dan fathahnya ra',
artinya: "membenci". Dalam bahasa Arab dikatakan:

"Wanita itu membenci dan suaminya juga membenci isterinya. Ra'nya dikasrahkan
(dalam fi'il madhi atau past tense), sedang "Yafraku", ra'nya difathahkan (dalam fi'il mudhari'
atau present tense). Maknanya: Sudah membenci dan sedang membenci.

Wallahu A'lam.

277. Dari 'Amr al-Ahwash al-Jusyami r.a. bahwasanya ia men-dengar Nabi s.a.w.
dalam haji wada' bersabda, setelah bertahmid serta memuji kepada Allah, memberikan
peringatan dan nasihat, demikian sabda beliau, selanjutnya:

"Ingatlah. Dan berwasiatlah engkau semua kepada kaum wanita dengan yang baik-
baik, sebab hanyasanya mereka itu adalah sebagai tawanan di sisimu semua. Engkau semua
tidak memiliki sesuatu apapun dari mereka itu selain yangtersebut tadi, 27 melainkan jikalau

mereka mendatangi perbuatan buruk yang nyata - sepertt tidak mentaati suaminya atau
buruk cara bergaulnya. Jikalau kaum wanita itu berbuat demikian, maka tinggalkanlah
mereka dalam seketiduran dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti.
Tetapi jikalau mereka telah kembali taat padamu semua, maka janganlah mencari-cari jalan
untuk menyakiti mereka itu.

Ingatlah, bahwasanya bagimu atas isteri-isterimu semua itu ada haknya, sebaliknya
bagi isteri-isterimu atasmu semua itupun ada haknya. Hakmu yang wajib mereka penuhi
ialah jangan sampai mereka memberikan tempat hamparanmu kepada orang yang engkau
tidak senangi -maksudnya: jangan sampai wanita-wanita itu duduk menyendiri dengan
kaum lelaki lain, jangan pula memberi izin masuk ke rumahmu kepada orang yang tidak
engkau semua senangi. Ingatlah, tentang hak mereka yang wajib engkau semua penuhi ialah
supaya engkau semua berbuat baik kepada mereka dalam hal pakaian serta makanan mereka."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

Sabda Rasulullah s.a.w.: ‘Awanin artinya tawanan, jama'nya lafaz 'aniah dengan 'ain
muhmalah, maksudnya wanita yang tertawan. Al'ani artinya lelaki yang tertawan. Rasulullah
s.a.w. menyamakan wanita yang sudah menjadi isteri itu seperti tawanan suaminya, karena
wanita itu sudah masuk samasekali di bawah kekuasaan suaminya itu.

Adhdharbul mubarrih, yaitu yang amat sangat menyakitkan. Sabda beliau s.a.w.: Fala
tabghu 'alaihinna sabila artinya: jangan engkau semua mencari-cari jalan untuk membuat-buat
alasan hendak menyusahkan kaum isteri itu atau menyakiti mereka.

Wallahu 'alarm.

278. Dari Mu'awiyah bin Haidah r.a., katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, apakah
haknya isteri seseorang suami dari kita itu atas suaminya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Yaitu
hendaklah engkau memberi isteri makan, jikalau engkau makan, engkau memberi pakaian ia
jikalau engkau berpakaian, jangan memukul wajahnya, jangan mengolok-oloknya, juga
jangan meninggalkan ia - ketika tidak taat pada suaminya, kecuali dalam rumah saja - yakni
dalam seketiduran." 28

Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan ia berkata: "Arti
laatuqabbih: jangan mengolok-oloknya yaitu jangan mengucapkan: Semoga Allah
memburukkan engkau."

279. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Sesempurna-sempurnanya kaum mu'minin perihal keimanannya ialah yang terbaik
budipekertinya di antara mereka itu 29 dan yang terbaik di antara kaum mu'minin itu ialah
yang terbaik sifatnya terhadap kaum wanitanya."

Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

280. Dari lyas bin Abdullah bin Abu Dzubab r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:

"Janganlah engkau semua memukul hamba-hamba Allah yang perempuan -
maksudnya suami jangan memukul isterinya." Umar r.a. lalu datang kepada Rasulullah s.a.w.
lalu bersabda: "Para isteri itu berani menentang pada suami-suaminya." Oleh sebab itu beliau
s.a.w. memberikan kelonggaran untuk memukul mereka - yang tidak keras sampai
menyakitkan. Selanjutnya beberapa kaum wanita sama berkeliling mendatangi keluarga
Rasulullah untuk mengadukan para suaminya - karena ada beberapa isteri yang dipukul
suaminya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Benar-benar telah berkeliling beberapa
kaum wanita mendatangi keluarga Muhammad untuk mengadukan perihal suami-isterinya.
Maka bukannya suami-suami yang sedemikian itu yang termasuk orang-orang pilihan di
antara engkau semua - kaum mu'minin."

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih.


281. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah
s.a.w. bersabda:

"Dunia ini adalah hartabendadan sebaik-baik harta benda dunia itu ialah wanita yang
shalihah." (Riwayat Muslim)


27 Maksudnya selain untuk diajak bersenang-senang sebagai suami-isteri, juga suami wajib menjagai isterinya
dengan baik, memberikan kecukupan apa yang dibutuhkan menurut kadar kekuatan dan kemampuannya,
sedangkan isterinya wajib memelihara dirinya dari kecurigaan suami, pula wajib menjaga hartabenda suaminya
itu dengan sebaik-baiknya.

28 Menurut Hadis di atas, maka yang boleh ditinggalkan hanyalah dalam seketidurannya, artinya suami boleh
meninggalkan isterinya dari tempat tidurnya. Jadi boleh tidur di tempat lain dalam rumahnya itu. Adapun
mengenai berbicara dengan isteri, maka wajib sepeni biasa, maksudnya jangan sampai tidak disapa atau tidak
diajak bercakap-cakap.

29 Hakikatnya budipekerti yang baik itu suka berbuat kebajikan pada orang lain, enggan melakukan sesuatu
yang sifatnya merugikan masyarakat dan ummat, berwajah manis serta bersikap ramah-tamah kepada siapapun juga.


Riyadhus Shalihin – Taman Orang-orang Shalih